IDXChannel - Investasi jumbo senilai Rp3.000 triliun dibutuhkan Indonesia untuk menjalankan proyek kelistrikan nasional. Hal ini tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang baru saja diluncurkan pemerintah bersama PT PLN (Persero).
Direktur Teknologi, Engineering, dan Keberlanjutan PLN Evy Haryadi mengungkapkan, kebutuhan investasi sebesar Rp3.000 triliun ini menuntut kepercayaan investor yang tinggi. Sebab, PLN terus berupaya berupaya meyakinkan pasar dengan memperbaiki profil risiko.
"Risiko kita sudah turun dari 30,7 ke 27,4 atau kategori medium risk. Dengan perbaikan ini, peluang mendapatkan investor akan semakin terbuka,” kata Evy dalam ajang Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta, dikutip pada Kamis (11/9/2025).
Untuk diketahui, selama 10 tahun ke depan, pemerintah menargetkan tambahan kapasitas 69,5 gigawatt (GW). Dari angka tersebut, 76 persen atau 52,9 GW direncanakan bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi penyimpanan energi.
Angka ini hampir menyamai kapasitas pembangkit listrik yang telah dibangun sejak Indonesia merdeka atau sekitar 75 GW. Meski terkesan ambisius, rencana RUPTL 2025-2034 dipandang memiliki nilai strategis.
Meski demikian, skala ambisi ini menuntut kejelasan arah permintaan. Evy menekankan, pembentukan demand menjadi strategi utama, terutama untuk menopang sektor-sektor yang diproyeksikan melonjak tajam konsumsinya.
“Misalnya sektor perikanan di kawasan timur. Dengan menyiapkan cold storage berbasis listrik, otomatis akan memacu pertumbuhan ekonomi sekaligus kebutuhan energi di sana,” katanya.
PLN, kata Evy, mengidentifikasi setidaknya tiga motor pertumbuhan konsumsi listrik dalam dekade mendatang, yakni pendingin ruangan (AC), ekspansi pusat data berbasis artificial intelligence (AI), dan adopsi kendaraan listrik (EV).
(Dhera Arizona)