sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Populasi China Berkurang 2,75 Juta Orang, Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi

Economics editor Febrina Ratna
17/01/2024 10:58 WIB
Populasi China terus berkurang dalam dua tahun terakhir. Bahkan pada 2023, tercatat sebagai penurunan terbesar. Itu pun dinilai bisa mengancam ekonomi China.
Populasi China Berkurang 2,75 Juta Orang, Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi. (Foto: MNC Media)
Populasi China Berkurang 2,75 Juta Orang, Bisa Ancam Pertumbuhan Ekonomi. (Foto: MNC Media)

Pertumbuhan China Terancam

Data baru ini menambah kekhawatiran bahwa prospek pertumbuhan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini semakin berkurang karena turunnya jumlah pekerja dan konsumen.

Di sisi lain, biaya perawatan lansia dan tunjangan pensiun meningkat yang menambah beban pemerintah daerah.

Menurut perkiraan PBB, India melampaui hina sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia pada tahun lalu, sehingga memicu lebih banyak perdebatan mengenai manfaat merelokasi beberapa rantai pasokan yang berbasis di China ke pasar lain, terutama ketika ketegangan geopolitik meningkat antara Beijing dan Washington.

Dalam jangka panjang, para ahli di PBB memperkirakan populasi China akan menyusut sebesar 109 juta pada 2050, lebih dari tiga kali lipat penurunan dari perkiraan mereka sebelumnya pada tahun 2019.

Hal itu sejalan dengan tingkat kematian di Tiongkok pada 2023 sebesar 7,87 per 1.000 orang, lebih tinggi dibandingkan tingkat kematian sebesar 7,37 pada tahun 2022.

Populasi usia pensiun di negara ini, yakni berusia 60 tahun ke atas, diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 400 juta pada 2035 – lebih banyak dari seluruh populasi Amerika Serikat – dari sekitar 280 juta orang saat ini.

Akademi Ilmu Pengetahuan China yang dikelola negara memperkirakan lembaga pensiun akan kehabisan uang pada 2035.

Di sisi lain, tingginya biaya penitipan anak dan pendidikan membuat banyak pasangan di Tiongkok enggan memiliki anak, sementara ketidakpastian pasar kerja membuat perempuan enggan berhenti berkarir.

Diskriminasi gender dan ekspektasi tradisional bahwa perempuan mengambil peran sebagai pengasuh dalam keluarga memperburuk masalah ini, kata para ahli demografi.

Presiden Xi Jinping mengatakan tahun lalu bahwa perempuan harus menceritakan “kisah tradisi keluarga yang baik,” dan menambahkan bahwa penting untuk “secara aktif menumbuhkan budaya baru dalam pernikahan dan melahirkan anak,” yang ia kaitkan dengan pembangunan nasional.

Pemerintah daerah telah mengumumkan berbagai langkah untuk mendorong kelahiran anak, termasuk pemotongan pajak, cuti hamil yang lebih lama, dan subsidi perumahan.

Namun banyak dari kebijakan tersebut belum dilaksanakan karena kurangnya dana dan kurangnya motivasi dari pemerintah daerah, kata sebuah lembaga kebijakan di Beijing, yang kemudian mendesak adanya skema subsidi keluarga terpadu secara nasional.

China mungkin akan mendapatkan pertumbuhan kelahiran pada tahun depan dengan meningkatnya pernikahan pada 2023, ketika COVID-19 telah teratasi. Pernikahan merupakan indikator utama angka kelahiran di China, di mana sebagian besar perempuan lajang tidak dapat mengakses tunjangan pengasuhan anak.

(FRI)

Halaman : 1 2 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement