IDXChannel - Presiden Jokowi meminta porsi kredit UMKM ditingkatkan menjadi 30 persen dan Plafon KUR tanpa jaminan menjadi Rp100 juta.
Namun langkah tersebut perlu dibarengi dengan penurunan suku bunga untuk UMKM dari perbankan BUMN dan sejumlah relaksasi administrasi kredit lainnya.
“Keinginan Presiden tersebut adalah berita gembira bagi UMKM Indonesia, namun hal tersebut tidak cukup untuk memacu geliat UMKM ditengah Pandemi COVID-19," kata Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat, Selasa (6/4/2021)
Dia melihat program stimulus UMKM dari pemerintah masih parsial karena persoalan melesunya kredit UMKM bukan perbankan tidak punya likuid kredit namun karena para pelaku UMKM takut tidak mampu bayar kreditnya ditengah suku bunga UMKM masih terbilang tinggi.
“Suku Bunga KUR 6 persen efektif pertahun masih terbilang tinggi ditengah suku bunga kebijakan BI7DR sudah turun di level 3,5 persen," sebut dia.
Lagi pula ada kuota KUR yang membatasi para pelaku UMKM. Bila kuota KUR Habis, UMKM harus ikut suku bunga ritel yang besarnya masih berkisar 9.7 sd 10.1 persen.
Stimulus untuk UMKM masih parsial. Saya kira stimulus untuk UMKM harus didesain komprehensif. Salah satu akar masalah lesunya kredit karena pelaku usaha dan UMKM melihat suku bunga masih tinggi dan penjualan belum membaik," tambahnya.
Bank-bank yang terhimpun milik negara (Himbara) sudah menurunkan suku bunga kreditnya, begitu juga beberapa bank swasta seperti BCA, namun ekosistem perbankan nasional masih termasuk ekosistem berbunga tinggi dibandingkan dengan Bank cabang asing yang ada di Indonesia.
Berdasarkan Asesmen BI Februari 2021, Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) bank cabang asing sebesar 6,17 persen paling rendah dibandingkan bank plat merah putih seperti Himbara 10,79 persen, BPD 9.80 persen dan Bank Swasta Nasional 9,67 persen.
(SANDY)