sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Potensi Turunnya BI Rate Jadi Angin Segar Bagi Perekonomian Nasional

Economics editor Taufan Sukma Abdi Putra
13/09/2024 21:39 WIB
potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed dapat memberikan BI ruang yang cukup untuk juga menurunkan suku bunga acuannya. 
Potensi Turunnya BI Rate Jadi Angin Segar Bagi Perekonomian Nasional (foto: MNC media)
Potensi Turunnya BI Rate Jadi Angin Segar Bagi Perekonomian Nasional (foto: MNC media)

IDXChannel - Sejumlah pihak meyakini Bank Indonesia (BI) berpotensi segera menurunkan suku bunga acuan (BI Rate), di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserves (The Fed) pada September 2024 ini.

Sejak 2022, The Fed secara bertahap telah menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi yang sempat melonjak hingga delapan persen. Namun, per Agustus 2024, inflasi AS telah menurun menjadi 2,9 persen, mendekati target dua persen dari The Fed.

Sementara tingkat pengangguran AS pada saat yang sama meningkat dari 3,7 persen di Januari menjadi 4,2 persen pada Agustus 2024. 
"Tren ini memberikan indikasi kuat bahwa pelonggaran moneter dari The Fed dapat diikuti oleh langkah serupa dari BI, yang akan berdampak positif bagi perekonomian dalam negeri," ujar Direktur PT Kredit Rating Indonesia, Syaiful Adrian, dalam keterangan resminya.

Menurut Syaiful, potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed dapat memberikan BI ruang yang cukup untuk juga menurunkan suku bunga acuannya. Kondisi ini diyakini Syaiful bakal berdampak positif pada biaya pendanaan domestik, yang pada akhirnya dapat merangsang konsumsi dan investasi di Indonesia.

Selama ini, Syaiful menjelaskan, BI telah mempertahankan suku bunga yang tinggi demi melindungi nilai tukar rupiah dan menjaga stabilitas inflasi.

Pada Juni 2024, nilai tukar rupiah melemah hingga Rp16.849 per dolar AS, yang mendorong BI menaikkan suku bunga ke angka 6,25 guna menahan laju depresiasi Rupiah.

Kredit Rating Indonesia menilai tingginya suku bunga domestik juga dipengaruhi oleh kebijakan moneter ketat The Fed.

Ketika The Fed menaikkan suku bunga, investor cenderung memindahkan modal ke aset-aset AS yang lebih aman, yang menyebabkan aliran modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

"Hal ini menekan nilai tukar rupiah dan meningkatkan biaya pendanaan di dalam negeri. Jika The Fed memotong suku bunganya, tekanan ini akan berkurang, memberikan kesempatan bagi Bank Indonesia untuk mengambil langkah serupa," ujar Syaiful.

Lebih lanjut, Syaiful juga mencatat bahwa perekonomian Indonesia telah menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada paruh pertama 2024. Inflasi Indonesia turun menjadi 2,1 persen pada Agustus 2024, dari 3,05 persen pada Maret 2023.

Di lain pihak, tingkat pengangguran juga mengalami perbaikan, turun menjadi 4,8 persen pada Triwulan I-2024. Meski demikian, Syaiful juga mengingatkan bahwa risiko eksternal seperti fluktuasi harga komoditas dan perlambatan ekonomi di negara mitra dagang Indonesia harus terus diwaspadai dalam merumuskan kebijakan suku bunga.

"Jika Bank Indonesia mengikuti langkah The Fed dengan menurunkan suku bunganya, kita bisa melihat sentimen positif yang signifikan bagi perekonomian Indonesia," ujar Syaiful.

Dikatakan Syaiful, penurunan suku bunga akan berdampak langsung pada biaya pendanaan yang lebih rendah, meningkatkan daya beli masyarakat, dan mendorong pertumbuhan investasi, terutama di sektor pasar utang yang telah menunjukkan peningkatan penerbitan obligasi pada paruh pertama 2024.

Namun, Syaiful juga mengingatkan bahwa penurunan suku bunga bisa memicu depresiasi lebih lanjut pada rupiah, yang dapat meningkatkan biaya impor dan menimbulkan kembali tekanan inflasi.

"Karenanya, keseimbangan antara mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabilitas makroekonomi harus menjadi perhatian utama dalam kebijakan suku bunga Bank Indonesia," ujar Syaiful.

(taufan sukma)

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement