Menurut Bhima, masa jeda antara tapering off dengan kenaikan suku bunga dari Fed dapat menjadi pemacu pertumbuhan kredit. Hal ini perlu dilihat sebagai kesempatan yang baik bagi pemerintah dan pengusaha.
"Sebelum bunga pinjaman menjadi lebih mahal, bank harus menyalurkan pinjaman secara agresif ke sektor-sektor penghasil devisa seperti perkebunan, dan industri pengolahan. Dengan pertumbuhan ekspor yang lebih baik, cadangan devisa bisa diandalkan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah apabila gejolak besar terjadi pada 2022," tegasnya.
Bhima memberikan usulan taktis memanfaatkan momentum tersebut seperti, diantaranya dengan mendorong peningkatan devisa hasil ekspor (DHE) yang lebih besar ke Rupiah dan masuk ke rekening bank dalam negeri.
"Perusahaan yang mendapatkan windfall kenaikan harga batubara, dan CPO sebaiknya didorong percepat konversi DHE-nya untuk menambah supply valas," ucapnya.
Di samping itu, peningkatan laju invetasi langsung atau FDI, terang Bhima perlu ditingkatkan untuk sektor-sektor usaha produktif seperti industri manufaktur, konstruksi dan pertanian.