Dia mendorong pemerintah untuk segera mengalihkan sistem dari kuota menjadi tarif. Melalui sistem tarif, dia menyakini proses impor akan lebih transparan, adil, dan efektif dalam menjaga stabilitas ekonomi sekaligus melindungi petani dan industri lokal.
“Karena kalau sampai salah sistem justru bisa mengancam tujuan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Neraca perdagangan dan produk unggulan lokal harus menjadi pegangan utama dalam pengambilan kebijakan,” kata Daniel.
Apalagi untuk komoditas yang tidak diproduksi dalam negeri seperti bawang putih atau bawang bombai.
"Impor tetap harus selektif dan mempertimbangkan neraca perdagangan serta substitusi produk dalam kerja sama bilateral. Untuk komoditas yang tidak diproduksi dalam negeri, seperti bawang putih dan bawang bombai, tarif 0 persen sudah cukup dan tidak merugikan siapa pun karena tidak ada pesaing lokal,” katanya.
Namun demikian, dia mengingatkan perlindungan terhadap petani lokal harus tetap menjadi prioritas. Salah satunya melalui pemberian subsidi langsung yang memungkinkan produk dalam negeri tetap kompetitif terhadap barang impor.
“Penerapan tarif bukan berarti membuka keran impor seluas-luasnya. Impor tetap harus selektif dan mempertimbangkan keseimbangan neraca perdagangan nasional serta substitusi antarproduk dalam kerja sama bilateral,” katanya.
(Nur Ichsan Yuniarto)