“Terapi target berbeda dengan pengobatan kemoterapi yang tidak hanya membunuh sel kanker, tetapi juga membunuh sel-sel sehat dalam tubuh sehingga menimbulkan efek samping yang cukup berat seperti rambut rontok, infeksi, mual, muntah, infeksi dan mudah berdarah,” imbuhnya.
Kemudian, Randy menyebut terapi target memiliki banyak manfaat bagi pasien, karena sistemnya yang langsung tertuju pada sel kanker, pasien kanker akan merasakan efek samping yang lebih rendah dibanding kemoterapi.
“Akan tetapi, beberapa terapi target tetap dikombinasikan dengan obat-obat kemoterapi sehingga bisa memperlambat progresif penyakit serta meningkatkan harapan hidup,” sambungnya.
Di samping itu, Etana berkolaborasi dengan pemerintah untuk mengembangkan produksi obat-obatan secara lokal. Lalu, berkolaborasi dengan instansi pendidikan, lembaga riset untuk melakukan penelitian berbasis biotechnology yang memiliki manfaat lebih banyak untuk pasien.
“Tantangan utama kita adalah sumber daya manusia karena orang-orang yang expert atau experience di industri biopharmaceutical masih belum banyak. Jadi untuk mengatasi tantangan tersebut, Etana mengirim karyawan belajar ke luar negeri untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) Cabang Jakarta Raya dr Ikhwan Rinaldi mendukung perusahaan-perusahaan farmasi di Indonesia, termasuk Etana, untuk memproduksi obat kanker dalam negeri.
“Kita sangat senang, karena dengan adanya produksi obat kanker di Indonesia tentu akan membuat harganya menjadi lebih murah dan terjangkau bagi masyarakat Indonesia. Kita sangat support sekali itu,” ujarnya.
(FRI)