Lebih lanjut, kebijakan moneter kontraktif yang diadopsi berbagai bank sentral dunia memicu perlambatan permintaan global dan menekan harga komoditas. Hal ini berpotensi memiliki implikasi lanjutan terhadap Indonesia pada aspek perdagangan seiring tingginya ketergantungan ekspor terhadap harga komoditas.
Lalu, depresiasi yang berkelanjutan juga menimbulkan risiko inflasi impor.
Mengingat 90% dari impor Indonesia adalah bahan baku dan barang modal, depresiasi akan meningkatkan ongkos produksi domestik, membahayakan performa sektor manufaktur yang akan mempengaruhi pertumbuhan investasi kedepannya.
Kombinasi dari arus modal keluar dan penurunan neraca perdagangan di tahun depan juga menimbulkan risiko naiknya
defisit transaksi berjalan.
"Secara keseluruhan, kami melihat PDB Indonesia akan tumbuh sebesar 5,1% (y.o.y) di 2024, cukup stabil dibandingkan revisi perkiraan kami untuk 2023 (5,0% - 5,1%)," tulis riset tersebut. (NIA)