Dari Syamsu Alam bahwa Pulau Lantigiang tersebut dikuasai atau ditinggali oleh neneknya dulu. Namun hak yang dimiliki oleh penjual adalah surat keterangan kepemilikan ditangani oleh Sekdes Jinato tahun 2019.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaharuan Agraria Iwan Nurdin mengatakan, pulau tersebeut merupakan balai taman nasional maka diatur oleh Undang-undang (UU) nomor 5 tahun 1990 tentan konservasi Sumber Daya Alam (SDA) hayati. Sehingga menurutnya, pulau tersebut seharusnya berada langsung di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Dengan demikian, tidak dapat dibenarkan jika di atasnya terbit sertifikat hak atas tanah. Apakah hak milik, hak guna bangunan maupun hak pakai,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (8/2/2021).
Menurut Iwan, jika seseorang maupun badan hukum hendak mengelola sebagian wilayah taman nasional, maka harus mendapatkan izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Tentunya dengan syarat pengelolaan tersebut tidak bertentangan dengan pelestarian dan konservasi wilyah
Oleh sebab itu, merupakan langkah tepat jika Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak mengeluarkan hak atas tanah berupa sertifikat. Kar