Lonjakan Inflasi Pangan dan Energi
Pemodelan oleh Bloomberg Economics yang diterbitkan pertengahan Juni lalu menemukan bahwa periode El Nino sebelumnya menambahkan hampir 4 poin persentase harga komoditas non-energi dan 3,5 poin terhadap harga minyak. Kondisi ini dapat melemahkan ketahanan pangan global dan mendorong terjadinya inflasi.
Bloomberg menemukan terjadi inflasi sekitar 0,75 poin persentase lebih tinggi di Argentina dan Brasil dan setengah poin persentase lebih tinggi di Filipina dan India terhadap harga pangan dan energi.
Para ilmuwan saat ini khawatir fase El Nino terbaru bisa menjadi yang terhangat dan termahal yang pernah ada. Kondisi ini menurut para analis berpotensi memperpanjang inflasi pangan yang tinggi.
Puncak kenaikan harga pasca-Covid-19 mungkin telah berlalu. Namun, hal ini menyebabkan penurunan target inflasi 2 persen yang ditetapkan oleh bank sentral AS dan Eropa menjadi semakin sulit.
Bank terbesar Jerman, Deutsche Bank, mengatakan dalam sebuah catatan penelitian mengatakan, meningkatnya peringatan tentang El Nino telah membuat harga kopi, gula, dan kakao meningkat tajam dalam beberapa waktu terakhir.
Komoditas pangan lainnya diperkirakan akan menyusul karena panen dipengaruhi oleh peristiwa cuaca buruk.
"Kenaikan harga dapat memiliki efek negatif pada pasar negara berkembang, di mana makanan secara teratur menghabiskan setidaknya sepertiga dari pengeluaran konsumen. Posisi geografis mereka juga membuat mereka lebih rentan terhadap perubahan iklim seperti banjir, yang lebih mungkin terjadi oleh peristiwa El Nino," tulis analis Deutsche Bank.
Pemerintah India juga telah mulai bersiap menghadapi El Nino dan perlunya untuk tetap waspada. Mengingat pertanian merupakan landasan ekonomi dan musim hujan tahunan merupakan hal yang sangat penting untuk produksi pangan di negara tersebut.
"Penjagaan yang ketat dan berkelanjutan mutlak diperlukan, terutama karena prospek dan dampak El Nino masih belum pasti," kata kepala Reserve Bank of India, Shaktikanta Das. (ADF)