sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Puncak El Nino Diprediksi Agustus-September, Ini Dampaknya buat Ekonomi

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
21/07/2023 15:37 WIB
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak terjadinya El Nino pada Agustus-September 2023.
Puncak El Nino Diprediksi Agustus-September, Ini Dampaknya buat Ekonomi. (Foto: MNC Media)
Puncak El Nino Diprediksi Agustus-September, Ini Dampaknya buat Ekonomi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak terjadinya El Nino pada Agustus-September 2023.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, El Nino sudah mulai terjadi di Indonesia sejak Juli.

Namun, beberapa hari lalu, BMKG menapati indeks El Nino semakin menguat dari semula lemah mulai menjadi moderat.

“Ini baru mulai menjadi moderat. Makanya kami terus gencar mengimbau, mengingatkan, dengan El Nino yang semakin moderat atau semakin menguat, tentunya dampaknya akan menguat juga,” kata Dwikorita mengutip Antara, Kamis (20/7/2023).

Ia menambahkan, puncak terjadinya El Nino akan berlangsung pada Agustus-September. El Nino akan menyebabkan cuaca pada musim kemarau menjadi lebih kering. Dampaknya, lahan dan hutan menjadi mudah terbakar.

“Itu yang harus diantisipasi, dicegah, jangan mudah membuang puntung rokok atau menyulut di lahan atau di hutan,” imbuh Dwikorita.

Dia mengatakan, El Nino juga berdampak pada sektor pertanian karena air semakin berkurang sehingga  dapat mempengaruhi hasil panen.

Secara global, dampak El Nino dapat membebani ekonomi jika terjadi dalam skala ekstrim, di antaranya:

Kerugian Triliunan Dolar

Dampak ekonomi dari El Nino dapat terasa signifikan dan memunculkan kerugian triliunan dolar.

Hal ini sempat terjadi pada peristiwa El Nino pada 1982-1983. Mengutip DW, Minggu (18/6/2023), dampak finansial akibat El Nino dirasakan selama setengah dekade berikutnya, dengan total kerugian sekitar USD4,1 triliun, menurut penelitian dari Dartmouth College di Amerika Serikat (AS). (Lihat grafik di bawah ini.)

Dalam jurnal Science Amerika Serikat (AS), para peneliti juga menemukan kerugian pertumbuhan ekonomi global mencapai USD5,7 triliun setelah terjadinya El Nino 1997-1998.

Para peneliti Dartmouth menemukan bahwa peristiwa El Nino sepanjang 1982 hingga 1983 dan 1997 hingga 1998 menurunkan produk domestik bruto (PDB) AS sekitar 3 persen setelahnya, tepatnya pada tahun 1988 dan 2003.

Negara-negara seperti Peru dan Indonesia, di mana sektor pertanian menyumbang hingga 15 persen dari PDB, mengalami kehilangan PDB lebih dari 10 persen pada 2003.

Para peneliti Dartmouth memperkirakan dampak ekonomi negatif dari El Nino terakhir bisa mencapai USD3 triliun antara sekarang hingga 2029.

“Dampak ekonomi El Nino akan dimulai dari industri perikanan, yang akan sangat menderita karena suhu laut yang lebih tinggi. Kemudian akan berlanjut melanda daerah pertanian besar di Afrika, Amerika Selatan dan bahkan beberapa daerah di Amerika Utara. Kemudian, jika panen buruk dan infrastruktur rusak akibat badai, sektor asuransi juga akan menderita," kata Harald Kunstmann, profesor di Institut Penelitian Meteorologi dan Iklim Jerman (IMK-IFU) yang berbasis di Institut Teknologi Karlsruhe.

Lonjakan Inflasi Pangan dan Energi

Pemodelan oleh Bloomberg Economics yang diterbitkan pertengahan Juni lalu menemukan bahwa periode El Nino sebelumnya menambahkan hampir 4 poin persentase harga komoditas non-energi dan 3,5 poin terhadap harga minyak. Kondisi ini dapat melemahkan ketahanan pangan global dan mendorong terjadinya inflasi.

Bloomberg menemukan terjadi inflasi sekitar 0,75 poin persentase lebih tinggi di Argentina dan Brasil dan setengah poin persentase lebih tinggi di Filipina dan India terhadap harga pangan dan energi.

Para ilmuwan saat ini khawatir fase El Nino terbaru bisa menjadi yang terhangat dan termahal yang pernah ada. Kondisi ini menurut para analis berpotensi memperpanjang inflasi pangan yang tinggi.

Puncak kenaikan harga pasca-Covid-19 mungkin telah berlalu. Namun, hal ini menyebabkan penurunan target inflasi 2 persen yang ditetapkan oleh bank sentral AS dan Eropa menjadi semakin sulit.

Bank terbesar Jerman, Deutsche Bank, mengatakan dalam sebuah catatan penelitian mengatakan, meningkatnya peringatan tentang El Nino telah membuat harga kopi, gula, dan kakao meningkat tajam dalam beberapa waktu terakhir.

Komoditas pangan lainnya diperkirakan akan menyusul karena panen dipengaruhi oleh peristiwa cuaca buruk.

"Kenaikan harga dapat memiliki efek negatif pada pasar negara berkembang, di mana makanan secara teratur menghabiskan setidaknya sepertiga dari pengeluaran konsumen. Posisi geografis mereka juga membuat mereka lebih rentan terhadap perubahan iklim seperti banjir, yang lebih mungkin terjadi oleh peristiwa El Nino," tulis analis Deutsche Bank.

Pemerintah India juga telah mulai bersiap menghadapi El Nino dan perlunya untuk tetap waspada. Mengingat pertanian merupakan landasan ekonomi dan musim hujan tahunan merupakan hal yang sangat penting untuk produksi pangan di negara tersebut.

"Penjagaan yang ketat dan berkelanjutan mutlak diperlukan, terutama karena prospek dan dampak El Nino masih belum pasti," kata kepala Reserve Bank of India, Shaktikanta Das. (ADF)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement