Ditemui oleh Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, saat itu Truss menuding pihak Rusia telah menyiagakan sedikitnya 100.000 tentara di perbatasan Ukraina sebagai bukti bahwa Rusia sejak awal memang telah berniat menginvasi negara berjuluk Keranjang Rotinya Eropa itu.
Sontak tudingan itu dibantah oleh Lavrov, sembari menuding balik bahwa Trus tengah berupaya mengintervensi urusan politik dan militer Rusia. Dengan setengah mengejek, Lavrov menyebut Truss hanya berani melontarkan 'slogan yang diteriakkan dari tribun'.
Dengan sikap konfrontatif yang telah ditunjukkan Truss, bahkan sejak sebelum menjabat sebagai Perdana Menteri, pihak Rusia mengaku tidak mengharapkan perubahan apa pun atas kemungkinan relasi yang kemungkinan bakal dibangun Truss dengan pemerintahan Rusia dalam kapasitas barunya sebagai Perdana Menteri Inggris.
"Menilai dari pernyataan yang telah dibuat oleh Madame Truss ketika dia masih menjadi Menteri Luar Negeri, semua orang dapat menyimpulkan dengan pasti bahwa tidak ada perubahan lebih baik yang bisa diharapkan atas keterpilihannya," ujar Juru Bicara pihak Kremlin, Dmitry Peskov, sebagaimana dilansir AFP dari Kantor Berita Rusia, TASS, Selasa (6/9/2022).
Sikap dingin Rusia ini, pada dasarnya juga tak lepas dari positioning Inggris selama perang Rusia-Ukraina berlangsung, di mana dibanding negara-negara Uni Eropa lain, Inggris dikenal merupakan salah satu pendukung utama nan loyal terhadap pemerintahan Ukraina.