Syafruddin menjelaskan, kebijakan ini disertai arahan agar BI tidak menyerap kembali likuiditas, sehingga biaya dana bank akan turun. Desain teknisnya menargetkan penyaluran melalui Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dengan biaya 2 persen dan plafon bunga maksimal 6 persen untuk koperasi dan KPR.
"Desain teknis menargetkan penyaluran melalui Himbara dengan biaya 2 persen dan plafon bunga maksimal 6 persen untuk koperasi dan KPR, sehingga kredit mengalir ke kegiatan padat karya seperti perumahan terjangkau, proyek konstruksi terkait, serta pembiayaan produktif bagi UMKM di desa," ujar dia.
Syafruddin menambahkan, penempatan dana pemerintah terbukti efektif menggandakan kredit. Pada periode 2020-2021, penempatan Rp66,99 triliun memicu kredit hingga Rp387 triliun, menunjukkan injeksi dana yang terarah dapat mengungkit pembiayaan berlipat-lipat.
Menurut dia, injeksi dana ini akan menciptakan lapangan kerja melalui dua jalur utama seperti sektor konstruksi dan rantai pasok bahan bangunan yang akan menyerap jutaan pekerja dan untuk UMKM dengan akses kredit murah akan mendorong perekrutan karyawan, pembelian bahan baku, dan perluasan usaha.
Agar dampak maksimal, pemerintah akan menetapkan kewajiban kuota sektoral, multiplier minimum, pelaporan realisasi kredit berkala, serta clawback (penarikan kembali dana) jika target tidak tercapai.
"Dengan arsitektur seperti ini, injeksi Rp200 triliun bukan hanya mempercantik neraca bank, melainkan mendorong proyek baru, memperluas usaha, dan menciptakan lapangan kerja secara terukur," kata dia.
(Dhera Arizona)