"Maksimal dagang paling mentok jam 11 malam. Habis itu bersih-bersih, lalu jam 12 pulang. Yang pasti pas ditinggal pulang, lokasi harus kembali bersih. Kalau nggak, besok tidak boleh jualan lagi," tutur Baim, sembari sibuk meladeni pembeli.
Berjibaku
Baim mengaku telah berjualan cilok di daerah tersebut sejak 2016, bahkan sebelum Stasiun MRT Lebak Bulus berdiri. Lokasi yang strategis dan selalu ramai selama hampir 24 sengaja menjadi pertimbangan Baim untuk berjualan di sana.
Bahkan ketika Stasiun MRT mulai dibangun, pria berambut panjang ini mengaku tetap bertahan, karena pembelinya semakin banyak, dari para pekerja konstruksi, sampai pengguna jalan yang berhenti sejenak lantaran terjebak macet.
"Polusinya gila-gilaan saat itu, karena macet banget. Tapi ya alhamdulillah rejeki tetap jalan, malah makin laris karena banyak orang ngaso (berhenti sejenak) karena macet," ungkap Baim.
Sebelum berjualan cilok, segala macam pekerjaan diakui Baim telah dicobanya. Mulai dari menjadi kuli bangunan, karyawan pabrik, jadi tukang ojek sampai berjualan aneka penganan dengan berkeliling.