IDXChannel - Realisasi anggaran Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) capai 52 persen hingga 19 Agustus 2024.
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan realisasi anggaran per 19 Agustus 2024 mencapai 52,05 persen atau sebesar Rp1.554.913.652.592 (Rp1,55 triliun). Adapun realisasi anggaran terdiri dari belanja pegawai sebesar Rp197.964.386.357 (Rp197,96 miliar), belanja barang dan jasa sebesar Rp1.345.466.873.621 (Rp1,34 triliun), serta belanja modal sebesar Rp11.482.382.614 (Rp11,48 miliar).
"Sampai 19 Agustus 2024, telah terealisasi sebesar 52,05 persen. Alhamdulillah, realisasi 2024 lebih tinggi sedikit, yakni 2,63 persen dibanding realisasi 2023. Artinya, ada peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, di mana di 2023, di bulan yang sama, tanggal yang sama sebesar 49,42 persen, hari ini 52,05 persen," ujar Mendes PDTT Abdul Halim dalam Raker bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Lebih lanjut, Mendes PDTT menegaskan akan terus mengupayakan serapan anggaran kementerian tersebut pada 2024 bisa lebih baik daripada 2023 yang mencapai 98,13 persen dengan tetap memperhatikan penggunaan agar tepat sasaran.
Sebelumnya, Komisi V DPR RI menyebut ada banyak penyelewengan dana desa yang dilakukan oleh Kepala Desa di daerah. Pemanfaatan dana desa kerap kali hanya dirasakan perangkat desa saja, alih-alih masyarakat desa secara keseluruhan.
"Sampai saat ini kami menemukan ada banyak sekali masalah dalam penggunaan dana desa. Ada banyak Kepala Desa yang tersangkut pelanggaran dalam penggunaan dana desa ini," kata Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus.
Lasarus menyebut hal ini menjadi PR besar yang harus dievaluasi kembali pengawasannya. Menurutnya, dengan sistem demokrasi seperti sekarang ini, pemanfaatan dana desa sangat rawan sekali untuk diintervensi oleh kepentingan politik.
"Memang anggaran dana desa ini begitu besar sementara pengawasan kita ke daerah itu tipis karena bapak (Menteri Desa PDTT) tidak memiliki instrumen daerah, akhirnya bapak mengandalkan Pemerintah Daerah setempat, Bupati melewati instrumennya yaitu Bawasda dan seterusnya," ujar Lasarus.
"Ini menurut saya hal yang perlu kita evaluasi bersama. Dengan sistem demokrasi seperti sekarang, pemanfaatan dana desa sangat rawan sekali untuk diintervensi oleh kepentingan politik di luar pembangunan kepentingan desa itu sendiri," kata dia.
(Febrina Ratna)