sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Regulasi Belum Singkron, Asosiasi Logistik Mengeluh Mobilitas Terhambat

Economics editor Ikhsan PSP
29/08/2023 10:02 WIB
Implementasi program ekosistem logistik nasional masih membutuhkan harmonisasi regulasi antar kementerian.
Regulasi Belum Singkron, Asosiasi Logistik Mengeluh Mobilitas Terhambat. (Foto: MNC Media)
Regulasi Belum Singkron, Asosiasi Logistik Mengeluh Mobilitas Terhambat. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Implementasi program ekosistem logistik nasional masih membutuhkan harmonisasi regulasi antar kementerian. Sebagai informasi, percepatan penataan sistem logistik nasional melalui ekosistem logistik nasional telah diamanatkan melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2020. 

"Implementasi ekosistem logistik nasional masih memerlukan penataan atau harmonisasi regulasi yang dalam praktiknya dilapangan seringkali bertabrakan atau tidak sinkron," ujar Sekjen Indonesia Maritime Logistik and Transportation Watch (IMLOW) Achmad Ridwan Tento, melalui keterangan tertulisnya pada Senin (28/8/2023). 

Dia mencontohkan regulasi terkait kelancaran arus barang di empat pelabuhan utama yakni Tanjung Priok Jakarta, Belawan Sumatera Utara, Tanjung Perak Surabaya, dan Pelabuhan Makassar. 

Regulasi yang dimaksud yakni tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan atau Longstay sebagaimana tertuang dalam Permenhub (PM) 116 tahun 2016 yang kemudian dirubah melalui PM 25 tahun 2017. 

Ridwan menegaskan, dalam praktiknya PM 116/2016 atau PM 25/2017 itu tidak sinkron dengan Peraturan Menteri Keuangan RI No: 216/PMK.04/2019 tentang Angkut Terus Atau Angkut Lanjut Barang Impor atau Ekspor. 

"Imbas tak sinkron-nya kedua beleid itu menimbulkan multitafsir bagi para pejabat pelaksana dilapangan dan menimbulkan ego sektoral antar instansi sehingga merugikan pelaku usaha," ucapnya. 

Dalam PM 116 disebutkan, setiap pemilik barang atau kuasanya Wajib memindahkan barang yang melewati batas waktu penumpukan dari lapangan penumpukan terminal peti kemas ke lapangan di luar lapangan penumpukan terminal peti kemas dengan biaya dari pemilik barang. 

Sedangkan dalam PMK 216 disebutkan terhadap barang impor atau barang ekspor yang di timbun di tempat TPS tempat pembongkaran dan belum diselesaikan kewajiban kepabeanannya, Dapat dilakukan Pindah Lokasi Penumpukan (PLP) ke TPS lain yang berada dalam satu wilayah penagawasan Kantor Pabean.

"Dari contoh ke dua regulasi itu sangatlah jelas perbedaanya, karena yang satu menggunakan kata Wajib sementara regulasi lainnya menggunakan Dapat. Hal ini yang pada akhirnya membuat multitafsir di lapangan," pungkas Ridwan. 

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement