Lebih lanjut Airlangga menjelaskan, bentuk Perppu dipilih karena jika negara menempuh proses pembentukan peraturan perundang-undangan secara business as usual (bukan melalui Perpu), maka negara akan berhadapan dengan waktu dan birokrasi panjang proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Sedangkan ada nasib para investor yang tidak memiliki kepastian hukum akibat tidak berlakunya UU Ciptaker.
"Situasi ini akan berdampak langsung tidak hanya pada kelompok UMK dan kelompok masyarakat rentan karena mereka akan berhadapan langsung dengan dampak ketidakpastian situasi global, tetapi juga pada global investor yang merasakan urgensi dalam mencari kepastian untuk mengevaluasi kembali peluang investasi mereka di Indonesia setelah masa sulit yang panjang dari Covid-19," tutup Airlangga. (RRD)