Tantangan lainnya adalah pengembangan dalam area prospek berada pada hutan konservasi, isu sosial dan perizinan, hingga harga EBT yang masih harus bersaing dengan pembangkit fosil.
Menurut Riki, dalam pengembangan panas bumi dibutuhkan inovasi dan terobosan strategi. Tantangan panas bumi tidak dapat diselesaikan dengan cara business as usual.
"Saat ini baru sekitar 9 persen pemanfaatan energi panas bumi. Apabila Indonesia dapat memanfaatkan panas bumi mendekati 50 persen dari seluruh potensinya, maka Indonesia akan menjadi negara penghasil sumber daya terbesar di dunia (tahun 2045)," tuturnya.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah tengah menyusun strategi untuk mengatasi tantangan tersebut. Selain itu, pihaknya juga bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait untuk menyediakan insentif dan dukungan pendanaan bagi proyek-proyek panas bumi.
"Insentif dalam pengusahaan panas bumi di Indonesia antara lain tax allowance, tax holiday, pembebasan PBB, fasilitas bea masuk. Kemudian penurunan risiko eksplorasi panas bumi pada suatu wilayah sebelum ditawarkan kepada badan usaha, sehingga diharapkan dapat meningkatkan daya saing harga listrik PLTP," tuturnya. (RAMA)