Menurut Darmawan, hal itulah yang kemudian membuat para pengemudi ojek merasa khawatir karena belum adanya standarisasi baterai.
"Karena kita satu ojek motor listrik butuh 2 sampai 3 kali, maka di sini mana dari Volta, Alva, Gesit, BRT, Viar, United, terus adalagi yang lain. Maka, oengemudi ojek merasa khawatir, misalnya Volta ya harus cari swap baterai Volta, mau Viar cari swap baterai Viar, mau United swap baterai United," jelasnya.
"Maka mereka khawatir kalau di tengah jalan 50 km, padahal jarak tempuh 120 km, kalau baterai drop gimana dan di sini masih belum ada standardisasi dari baterai dan belum ada standardisasi dari aplikasi," Darmawan menerangkan.
Tantangan lain, yaitu masih terbatasnya lokasi SPBKLU, hal ini yang membedakan dengan pengisian daya untuk mobil listrik yang hanya cukup dengan menggunakan home charging.
"Saya sudah mengemudikan mobil listrik 3 tahun sampai sekarang karena saya tidak pernah keluar kota pakai mobil listrik, jadi saya belum pernah pakai SPKLU, hanya di rumah sudah cukup. Tapi kalau motor listrik 50 km langsung habis. Jadi kita butuh SPBKLU dengan jumlah yang besar sekali," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Darmawan juga menilai adanya keseragaman standar ini menjadi penting dalam komponen infrastruktur kendaraan listrik. Dia mengatakan, PLN sejak 2019 telah banyak melakukan pengembangan infrastruktur kendaraan listrik mulai dari Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).