sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Rupiah Nyaris Tembus Rp15.000, Apa Saja Dampaknya?

Economics editor Ikhsan PSP
20/06/2022 21:04 WIB
Nilai tukar rupiah kembali melemah sebesar 11 poin le level Rp14.836 per USD dalam perdagangan sore ini. Apa saja dampaknya bagi Indonesia?
Rupiah Nyaris Tembus Rp15.000, Apa Saja Dampaknya? (Foto: MNC Media)
Rupiah Nyaris Tembus Rp15.000, Apa Saja Dampaknya? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Nilai tukar rupiah kembali melemah sebesar 11 poin le level Rp14.836 per dolar Amerika Serikat (USD) dalam perdagangan sore ini. Pelemahan itu karena reaksi negatif pasar terhadap kenaikan suku bunga The Fed.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengatakan pelemahan rupiah mungkin tidak akan lansung berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi faktor-faktor yang mendorong pelemahan itu bisa berdampak.

"Aliran modal terhenti atau bahkan sebagian keluar, terjadi pengetatan likuiditas di pasar global. Kondisi ini akan mengundang respons kenaikan suku bunga juga di dalam negeri, likuiditas di domestik juga akan ketat, suku bunga kredit naik, investasi dan konsumsi tertahan. Artinya pertumbuhan ekonomi juga akan tertahan," jelasnya kepada MPI, Senin (20/9/2022).

Namun, dia menyampaikan perekonomian Indonesia juga sedang beranjak pulih di tengah meredanya pandemi, jadi akan ada tarik menarik. "Ada yang mendorong kenaikan pertumbuhan ada yang menahan. Tapi kenaikan suku bunga Itu sifatnya menahan pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Sementara itu Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menyampaikan beberapa dampak yang akan ditimbulkan dari melemahnya nilai tukar rupiah. Berikut beberapa dampak yang disampaikan oleh Bhima:

1. Pelemahan nilai tukar rupiah sebabkan biaya bahan baku impor naik signifikan. Produsen akan meneruskan biaya produksi ke konsumen akhir. Sejauh ini harga di level produsen telah naik 9 persen per kuartal I 2022 sebelum rupiah melemah. 

2. Industri pengolahan yang mulai bangkit harus menghadapi tekanan dari beban biaya bunga utang luar negeri (ULN) yang meningkat. Padahal tidak semua sektor swasta yang menerbitkan ULN melakukan hedging atau lindung nilai terhadap risiko kurs. 

3. Konsumsi rumah tangga berisiko melemah, terutama kelompok menengah bawah yang berakibat pada terganggunya pemulihan ekonomi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi mulai dikoreksi oleh beberapa lembaga. Estimasi pertumbuhan hanya berkisar 3 sampai dengan 4 persen tahun ini. 

4. Motor investasi akan terpengaruh oleh kenaikan Fed rate secara eksesif. Investor cenderung menghindari aset berisiko dan pendanaan langsung di negara berkembang, memicu pengetatan likuiditas. (TYO)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement