1. Pelemahan nilai tukar rupiah sebabkan biaya bahan baku impor naik signifikan. Produsen akan meneruskan biaya produksi ke konsumen akhir. Sejauh ini harga di level produsen telah naik 9 persen per kuartal I 2022 sebelum rupiah melemah.
2. Industri pengolahan yang mulai bangkit harus menghadapi tekanan dari beban biaya bunga utang luar negeri (ULN) yang meningkat. Padahal tidak semua sektor swasta yang menerbitkan ULN melakukan hedging atau lindung nilai terhadap risiko kurs.
3. Konsumsi rumah tangga berisiko melemah, terutama kelompok menengah bawah yang berakibat pada terganggunya pemulihan ekonomi. Proyeksi pertumbuhan ekonomi mulai dikoreksi oleh beberapa lembaga. Estimasi pertumbuhan hanya berkisar 3 sampai dengan 4 persen tahun ini.
4. Motor investasi akan terpengaruh oleh kenaikan Fed rate secara eksesif. Investor cenderung menghindari aset berisiko dan pendanaan langsung di negara berkembang, memicu pengetatan likuiditas. (TYO)