sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Ini Sederet Catatan Ekonom

Economics editor Tangguh Yudha
10/10/2025 17:08 WIB
Presiden Prabowo Subianto mendapat sejumlah catatan, terutama di bidang ekonomi, setelah memasuki satu tahun masa pemerintahannya.
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Ini Catatan Ekonom (Foto: iNews media Group)
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Ini Catatan Ekonom (Foto: iNews media Group)

IDXChannel - Presiden Prabowo Subianto mendapat sejumlah catatan, terutama di bidang ekonomi, setelah memasuki satu tahun masa pemerintahannya.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai, terdapat beberapa persoalan mendasar khususnya di bidang ekonomi yang perlu segera dievaluasi oleh Pemerintah. 

Terutama terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi, menurunnya daya beli masyarakat, dan efektivitas kebijakan fiskal.

Menurut Huda, pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda pelemahan sepanjang 2025. Ekonomi hanya tumbuh 4,87 persen pada kuartal I-2025, atau relatif rendah mengingat periode tersebut bertepatan dengan momentum Ramadan dan Lebaran.

"Triwulan II-2025 meskipun diklaim tumbuh 5,12 persen, namun masih ada kejanggalan yang saya rasa membuat klaim tersebut tidak valid. Indikator lainnya menunjukkan kondisi ekonomi sedang dalam tidak baik," katanya saat dihubungi IDX Channel, Jumat (10/10/2025).

Kinerja industri manufaktur juga disebut Huda mengalami kondisi perlambatan dimana purchasing manager index (PMI) industri manufaktur mencapai di titik terendah pasca Covid-19 yang terjadi di April 2025, sebesar 46,7 poin.

Kondisi tersebut diperparah dengan meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga lebih dari 30 persen per Juni 2025 serta turunnya produksi otomotif secara tahunan.

"Meskipun pemerintah mengklaim industri manufaktur tumbuh signifikan di triwulan II 2025, namun kondisi PHK tidak bisa berbohong," kata Huda.

Dari sisi konsumsi masyarakat, Huda menyebut daya beli masih tertekan. Hal ini terlihat dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang mencapai level 115 pada September 2025, terendah sejak April 2022.

Huda mengatakan, angka ini menunjukkan pelemahan daya beli masyarakat yang berimbas pada stagnasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga stagnan di angka 4,97-4,98 persen saja. Tidak mampu tumbuh 5 persen lebih.

Selain itu, penerimaan perpajakan juga mengalami pelemahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Huda menyebut, penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah serta masalah implementasi sistem Coretax.

"Ketika penerimaan terjadi shortfall, pengeluaran meningkat tajam karena program MBG dan lainnya, maka defisit APBN membengkak," kata dia.

Lebih lanjut, Huda menambahkan berbagai stimulus ekonomi yang diluncurkan pemerintah juga belum efektif mendorong perekonomian.

"Bantuan stimulus yang dikeluarkan cenderung tidak terarah seperti diskon transportasi hingga jalan tol, bahkan program MBG tidak berdampak signifikan. Perekonomian tidak terdorong karena program stimulus tersebut. Triliunan uang yang dialokasikan menjadi percuma," ujar Huda.

Dia juga mengkritisi kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang dinilai menekan aktivitas ekonomi di sejumlah sektor. Menurutnya, ada sektor perhotelan yang sangat terguncang akibat program efisiensi anggaran, yang mengakibatkan puluhan ribu orang terkena PHK atau status pekerjanya dijadikan pekerja harian.

Di tingkat daerah, pemangkasan anggaran disebut membuat banyak pemerintah daerah menaikkan pajak lokal untuk menutup kekurangan. Namun kebijakan ini justru memperburuk daya beli dan memperlemah perekonomian daerah.

"Daerah yang terpangkas ramai-ramai menaikkan tarif pajak daerah yang pada akhirnya membuat daya beli semakin menurun, perekonomian daerah menjadi lebih buruk," ujarnya.

(DESI ANGRIANI)

Halaman : 1 2 3 4
Advertisement
Advertisement