sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Sebelum Taliban Berkuasa, Ternyata Ekonomi Afghanistan Sudah Sekarat

Economics editor Michelle Natalia
27/08/2021 09:04 WIB
Ekonomi Afghanistan sebenarnya sudah sangat mengkhawatirkan alias sekarat sebelum Taliban masuk dan berkuasa.
Sebelum Taliban Berkuasa, Ternyata Ekonomi Afghanistan Sudah Sekarat (Dok.MNC Media)
Sebelum Taliban Berkuasa, Ternyata Ekonomi Afghanistan Sudah Sekarat (Dok.MNC Media)

IDXChannel - Sebelum dikuasai oleh Taliban, ekonomi Afghanistan sendiri sudah sangat mengkhawatirkan alias sekarat. Dilansir dari Aljazeera, hal ini ternyata karena ekonominya dibentuk oleh kerentanan dan ketergantungan akan bantuan luar negeri. Data World Bank mencatat bahwa 75% belanja publik dibiayai oleh dana hibah. Hal ini karena ekonominya dibentuk oleh kerentanan dan ketergantungan akan bantuan luar negeri. Data WB mencatat bahwa 75% belanja publik dibiayai oleh dana hibah. 

Dilansir dari BBC pada Jumat(27/8), Afghanistan dikabarkan akan menerima sebanyak USD440 juta dari International Monetary Fund (IMF) yang sudah disiapkan sejak 23 Agustus lalu. Namun, karena Taliban mengambil alih kekuasaan, IMF mengumumkan pada pekan lalu bahwa Afghanistan tidak lagi bisa mengakses sumber daya dari IMF. Bahkan, Bank Dunia (WB) pun menunda semua pendanaan untuk proyek-proyek yang ada di Afghanistan. 

Hal ini karena WB resah terkait pemerintahan Taliban yang dikhawatirkan akan mempengaruhi prospek perkembangan ekonomi Afghanistan, terutama bagi kaum wanita. 

Aksi penundaan pendanaan oleh WB ini juga mengikuti penundaan pendanaan dari IMF. Bahkan, Presiden AS Joe Biden pun telah membekukan aset-aset Bank Sentral Afghanistan yang disimpan di AS. Diketahui, Da Afghanistan Bank memiliki simpanan sebanyak USD 9 miliar, yang mayoritas disimpan di AS. 

"Kami telah menunda pencairan dana dalam operasi-operasi kami di Afghanistan, dan kami melakukan monitoring secsra dekat dan mengawasi situasi di sana sejalan dengan kebijakan dan prosedur internal kami," ujar juru bicara WB kepada BBC. 

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement