IDXChannel – Pada 24 Februari 2022, Publik internasional dikejutkan dengan siaran resmi yang dikumandangkan oleh stasiun televisi Rusia. Dalam siaran itu, Presiden Vladimir Putin mengumumkan bahwa militer Rusia telah secara remi meluncurkan “operasi militer spesial” di Ukraina.
Kini, invasi Rusia ke Ukraina telah memasuki peringatan satu tahun. Banyak dampak secara global yang ditimbulkan dari adanya perang ini. Di antaranya adalah memanasnya harga energi dan komoditas vital lainnya.
Dampak yang paling nyata dari adanya perang ini adalah meroketnya harga energi, terutama minyak dan gas alam.
Perang Rusia-Ukraina telah menyebabkan guncangan harga komoditas terbesar sejak krisis minyak tahun 1973.
Harga minyak sempat menembus lebih dari USD100 per barel dan sempat mencapai all-time high USD117,42 per barel pada Mei 2022. Untuk jenis minyak berjangka West Texas Intermediate (WTI). Setelah sebelumnya sempat tertekan diperdagangan sekitar USD21,9 per barel di masa pandemi Covid-19.
Menurut laporan Bank Dunia pada Mei 2022 lalu, harga energi naik mencapai 448%, sementara harga makanan dan pupuk masing-masing naik 84% dan 222% sepanjang Januari-Maret dari wacana perang pertama diluncurkan.
Kenaikan harga minyak ini menjadi titik balik yang berdampak pada meroketnya sejumlah komoditas lainnya sekaligus mengawali masa krisis energi yang terjadi di benua Biru, Eropa.
“Harga energi yang tinggi berkontribusi pada peningkatan biaya hampir semua barang dan jasa yang selanjutnya memicu ekspektasi inflasi," ujar Maciej Kolaczkowski, Manajer Industri Minyak dan Gas dari Energi Forum Ekonomi Dunia di awal Maret 2022.
Invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari telah memperburuk ketegangan yang sudah ada sebelumnya dalam rantai pasokan global.
Harga komoditas energi dan non-energi telah meningkat masing-masing sebesar 81% dan 33%, antara tahun 2020 dan 2021, karena sulitnya pemulihan ekonomi global akibat Covid-19.
Sebelum perang, Bank Dunia memperkirakan tahun 2022 menjadi tahun stabilisasi, dengan harga energi naik hanya 2% dan harga komoditas non-energi turun 2%.
Namun, kondisi berbalik di mana komoditas utama naik lebih dari 50% sepanjang tahun lalu bersama dengan kenaikan 19% untuk komoditas lainnya.
Berdasarkan catatan Statista, harga gandum global meningkat lebih dari 60% selama periode dari 24 Februari hingga 1 Juni 2022 dibandingkan dengan rata-rata Januari 2022. Kenaikan signifikan ini karena Rusia dan Ukraina termasuk di antara pengekspor gandum terkemuka.
Selanjutnya, harga batu bara tumbuh sekitar 69% pada periode yang sama. Kenaikan signifikan juga tercatat pada harga logam yang diekspor Rusia, seperti nikel, paladium, dan aluminium. (Lihat grafik di bawah ini.)
Perang Masih Berlanjut, Harga-Harga Mulai Melandai
Menjelang akhir 2022 hingga awal 2023, beberapa komoditas ini berangsur mengalami penurunan harga. Misalnya, batu bara berjangka Newcastle, tolok ukur harga di pasar Asia telah turun menuju USD200 per ton, level terendah sejak Februari 2022. (Lihat tabel di bawah ini.)
Penurunan ini disebabkan adanya tanda-tanda permintaan yang lesu ditambah adanya kekhawatiran gangguan pasokan dari eksportir utama Australia.
Cuaca hangat, terutama di AS dan Eropa, dan harga gas alam yang lebih rendah mengurangi ketergantungan pada batu bara untuk pembangkit listrik.