Namun, Perry menjelaskan, Indonesia juga menggabungkannya dengan kebijakan makroprudensial yang countercyclical. Ketika lending atau pinjaman perbankan sedang rendah, maka BI akan melonggarkan likuiditas, namun jika lendingnya tinggi, maka BI akan mengetatkan likuiditas.
"Countercyclical, tapi juga inklusi dan stabilitas sistem keuangan tetap diperhatikan. Ini yang kami lakukan di Indonesia," ungkap Perry.
Untuk bauran kebijakan di 2023 dan 2024, kebijakan moneter ditujukan untuk stabilitas dengan memitigasi spillover global (pro-stabilitas) melalui kebijakan suku bunga, dilengkapi dengan stabilisasi nilai tukar dan kecukupan cadangan devisa.
"Sementara itu, kebijakan makroprudensial ditujukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi atau pro-growth, melalui instrumen yang akomodatif dan insentif likuiditas untuk mendorong kredit perbankan ke sektor-sektor prioritas, UMKM, dan keuangan hijau," pungkas Perry. (TSA)