sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Soroti Potensi Investasi di Startup, Pengamat: Masih Menjanjikan, Tapi...

Economics editor Ikhsan PSP
07/06/2022 23:03 WIB
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) ungkap soal potensi investasi di startup ke depannya.
Soroti Potensi Investasi di Startup, Pengamat: Masih Menjanjikan, Tapi... (Dok.MNC)
Soroti Potensi Investasi di Startup, Pengamat: Masih Menjanjikan, Tapi... (Dok.MNC)

IDXChannel - Belakangan ini ramai diperbincangkan terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh beberapa startup. Bahkan perusahaan berplat merah seperti Linkaja harus memangkas sebagian karyawannya demi efisiensi. Lalu apakah berinvestasi di perusahaan startup masih menjanjikan?

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan berinvestasi di startup masih sangat menjanjikan namun tergantung dari perusahaan startupnya dan sektor apa tempat perusahaan startup tadi bergerak.

"Jadi memang ada tantangan dari tech bubble, tapi sebenarnya tech bubble ini adalah seleksi alam dimana gelembung startup menyebabkan berbagai perusahaan merubah lini produknya, merubah lini bisnisnya, bahkan kalau bisa bertahan dari gelembung, dia akan menjadi pemenang di sektor masing-masing," jelas Bhima kepada MNC Portal Indonesia, Selasa (7/6/2022).

Menurutnya investor mungkin akan lebih berhati-hati untuk berinvestasi di e-commerce, karena e-commerce menerapkan promo dan diskon atau bakar uang yang menggerus laba dan bahkan banyak perusahaan e-commerce yang belum untung sampai sekarang dan tentunya juga dianggap sebagai perusahaan yang over value.

Bhima melanjutkan, di sektor transportasi online juga hanya menyisakan dua startup, sehingga bagi pemain baru untuk masuk di transportasi online tentunya akan lebih berat dan membutuhkan modal yang tidak kecil.

Namun ada juga pasar yang masih terbuka lebar seperti di sektor pertanian. Sektor agritech ini banyak yang tidak memerlukan bakar uang atau promo diskon karena sifat bisnisnya adalah B to B, Jadi bisnis to bisnis.

"Misalnya solusi digital untuk peternak ayam, atau solusi digital untuk petambak udang, sehingga tidak diperlukan banjir cash back ataupun promo secara berlebihan karena tujuan marketnya adalah kepada pelaku usaha. Ini akan beda dengan tipikal bisnis to consumer yang tujuannya adalah consumer secara umum sehingga mereka menggunakan bakar uang secara eksesif," ujarnya. 

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement