Sri Mulyani Butuh Dana hingga USD30 Miliar untuk Pensiunkan PLTU

IDXChannel - Sebagai komitmen untuk menurunkan emisi di tengah isu perubahan iklim, pemerintah telah merencanakan memensiunkan sejumlah PLTU. Namun, butuh dana hingga USD30 miliar untuk melakukannya.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement yang didalamnya terdapat komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2016.
Komitmen ini dilanjutkan Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Tingkat Tinggi Pemimpin Dunia Conference of the Parties (COP) 26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Glasgow Inggris Raya mempertegas komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi atas isu perubahan iklim.
"Komitmen tersebut menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional 2020-2024 dan menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (3/11/2021).
Indonesia dikatakannya akan membuka peluang investasi untuk melakukan pensiun dini atau early retirement dari pembangkit batu bara. Kemudian bertransisi ke energi terbarukan.
"Pemerintah menurutnya telah mengidentifikasi 5,5 GW PLTU Batubara yang bisa masuk dalam proyek ini dengan kebutuhan pendanaan sebesar USD25-30 miliar selama delapan tahun ke depan," katanya.
Kata dia, mencegah kenaikan suhu lebih dari 1,5 derajat celcius sebagaimana komitmen global. Pertama, kehutanan yang berkontribusi terhadap pengurangan 615 juta ton setara CO2. Kedua, sektor energi yang menyumbang lebih dari 400 juta ton setara CO2. Ketiga, pengelolaan sampah.
“Kami ingin menjadi negara yang bertanggung jawab di dunia,” ungkap Menkeu.
Bahkan pada dokumen update NDC tahun 2021, melalui long term strategy – low carbon and climate resilience, Indonesia telah menargetkan untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal.
Menkeu menganggap target tersebut bukanlah tekanan dunia karena semua dunia menghadapi masalah perubahan iklim. Terlebih Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki konsekuensi tidak dapat mencegahnya.
“Bagi kami ini adalah tanggung jawab kami. Tapi tentu saja, kita juga harus melihat komitmen secara global,” jelas Menkeu. (TYO)