Suku bunga yang tinggi di AS menyebabkan capital outflow dan menciptakan tekanan terhadap nilai tukar berbagai negara. Indeks dolar AS menguat, dan itu menimbulkan implikasi terhadap seluruh negara di dunia.
"Di sisi lain, China masih dalam posisi perlemahan yang diperkirakan sifatnya jangka menengah panjang karena menyangkut faktor struktural, seperti misalnya aging, sektor properti, dan dari sisi pinjaman pemda di pemerintahan China yang menyebabkan beban yang cukup tinggi," jelas Sri Mulyani.
Dengan kondisi tersebut, menyebabkan pemulihan ekonomi China tidak bisa berjalan secara cepat.
Kemudian di Eropa, masih dalam situasi dampak perang Ukraina dan Rusia bahkan inflasi yang tinggi telah menyebabkan dampak dari kenaikan suku bunga yang cukup tinggi dan menyebabkan beberapa negara Eropa mengalami resesi, seperti Jerman dan Inggris.
"Ini adalah situasi global yang masih mewarnai hingga akhir tahun," pungkas Sri Mulyani.
(FAY)