Teten melanjutkan, salah satu pendorong lahirnya start-up berkualitas adalah dengan menghubungkannya ke modal ventura. Ia menyebut, Korea Selatan (Korsel) dan Jepang sudah membuka peluang kerja sama dengan Indonesia dalam pengembangan start-up.
“Kita juga buka pintu. Saya optimistis dengan kebijakan substitusi impor dan hilirisasi bisa menjadi peluang besar yang dimanfaatkan oleh para pelaku usaha termasuk start-up. Karena itu startup potensial kita koneksikan dengan investor asing,” katanya.
Untuk itu kata Teten, inkubator kampus harus bisa melahirkan entrepreneur berbasis inovasi dan teknologi. Apalagi saat ini Indonesia sudah diserbu produk luar yang harganya di bawah standar, sehingga sulit bagi pelaku usaha dalam negeri untuk berkompetisi.
“Padahal ekonomi nasional itu sebesar 53 persennya didorong oleh konsumsi rumah tangga. Kalau produksi belanja lokal kita terus diperkuat, maka ekonomi dalam negeri juga ikut kuat. Jadi harus diproteksi dan disiapkan produk UMKM yang berkualitas,” ujarnya.
Ia menjelaskan, masalah utama pertumbuhan usaha start-up itu adalah dari sisi pembiayaan. Untuk itu, pihaknya terus mempromosikan kepada perbankan untuk menerapkan credit scoring, sehingga para pelaku usaha rintisan ini tidak lagi dipusingkan soal agunan saat akan mengakses pembiayaan.