IDXChannel - Langkah Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan BI 7 DRR sebesar 3,5 persen tidak banyak mempengaruhi pasar uang. Namun, kebijakan ini justru dapat mempersulit stimulan ekonomi pada tahun-tahun mendatang.
Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin, menyebut kebijakan menahan BI7DRR tesebut masih seuai dengan eksektasi pelaku pasar. Di mana besaran suku bunga acuan RI tidak akan berubah. Bak sentral AS sendiri juga masih menetapkan besaran suku bunga acuan yang sama.
"Jadi memang kalau kita sangat mempertimbangkan perbedaan suku bunga antara Indonesia dan AS untuk menjaga nilai tukar Rupiah. Maka kebijakan BI sudah sesuai," kata Gunawan, Kamis (16/12/2021).
Akan tetapi, kata Gunawan, tantangannya tidak berhenti disitu. Kedepan jika The FED menaikkan bunga acuannya, maka mayoritas bank sentral di Negara berkembang akan menyesuaikan, termasuk BI. The FED sendiri sudah menyatakan akan menaikan bunga acuannya di tahun 2022 mendatang.
"Jadi tren suku bunga rendah sepertinya sudah berakhir. Yang ada adalah kemungkinan suku bunga acuan naik, dikarenakan The FED yang akan memulai kenaikan bunga acuannya," jelasnya.
Lebih lanjut Gunawan menyebutkan adanya kehadiran Virus Covid-19 varian omicron di tanah air. Pertumbuhan ekonomi bisa tergerus. Kehadiran omicron juga bisa mengurangi efektifitas kebijakan BI dalam menstimulan ekonomi.
"Masalah ke depan itu adalah bagaimana menstimulan ekonomi. Di saat tren bunga murah berakhir, ditambah dengan tekanan ekonomi akibat adanya varian omicron di tanah air. Ditambah lagi besar kemungkinan kalau inflasi di tanah air juga akan meningkat di tahun depan. Sehingga masalahnya kian kompleks, tantangan kebijakan moneter di tahun depan itu jauh lebih berat dibandingkan tahun ini," tegasnya.
Gunawan mengatakan, ke depan harapannya ada di pemerintah. Khususnya terkait upaya yang bisa dilakukan untuk meredam dampak buruk dari omicron itu sendiri.
Dalam konteks ini jelas BI tidak bisa sendirian. Keberhasilan pemerintah dalam mengendalikan Covid-19 varian terbaru omicron, akan membuat kebijakan BI menjadi lebih berasa dalam upaya menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi termasuk kinerja mata uang Rupiah.
"Jadi harus ada sinergi, tren bunga rendah sudah akan berakhir. Namun pandemic Covid-19 tidak kunjung usai. Belum lagi dikarenakan adanya kemungkinan US Dolar menguat terhadap mata uang global akibat kebijakan normalisasi The Fed. Untuk satu faktor saja dari The FED sudah sangat menyulitkan semua bank sentral Negara berkembang, tanpa terkecuali BI," pungkasnya.
Meski begitu, Gunawan optimis ekonomi Indonesia pada tahun depan masih mampu tumbuh. "Namun seberapa besar pertumbuhannya sangat tergantung dari keberhasilan pemerintah dalam meredam penyebaran omicron," tutup dia. (TYO)