Untuk harga, jelas Edy, saat ini tengah terjun bebas ke 133,3 cent AS per kilogram. Harga itu membuat produsen karet harus merugi karena sudah di bawah modal produksi mereka.
"Tingkatan harga saat ini sudah pada posisi rugi, tergantung jenis produsennya. Bila produsennya adalah rakyat maka harga pokok produksinya 2-2,5 USD per kilogram, tergantung besar kecilnya kepemilikan kebun. Sedangkan produsen dari perusahaan perkebunan 1,1-1,6 USD, tergantung besar kecilnya luas lahan kebun," terangnya.
Penurunan ini, jelas Edy, dipicu potensi kenaikan lebih lanjut suku bunga dan ekonomi China yang lebih lemah dan kekhawatiran akan resesi global.
Faktor China cukup dominan mengingat negara ini adalah konsumen karet nomor satu dunia. Tiga besar konsumen utama karet dunia secara berurutan pada tahun 2021 adalah China (41,2%), India (8,7%), USA (6,7%).
"Saat ini, buyer tertentu telah mengurangi dan ada yang berhenti sementara pembelian dari Sumatera Utara," tandasnya. (TYO)