IDXChannel - Sebagai bentuk meningkatnya hubungan bilateral, Indonesia dan China sepakat untuk enggunakan mata uang rupiah serta yuan untuk setiap transaksi perdagangan. Dengan demikian, kedua negara tidak lagi menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).
Direktur Eksekutif Next Policy, Fithra Faisal, mengatakan, kesepakatan kedua negara tersebut merupakan langkah strategis karena mengurangi risiko volatilitas terhadap dolar AS. Meski begitu, masih ada risiko lain yang harus diwaspadai.
"Bukan artinya volatilitas hilang sama sekali. Dengan China membuka diri, artinya dinamika yang terjadi di China akan terserap pada yuan dan juga berdampak pada Indonesia," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Selasa (27/7/2021).
Fithra menuturkan, mata uang yuan ini merupakan nilai tukar yang potensial karena dari ukuran ekonominya sudah meningkat secara signifikan. Pada awal tahun 2000-an, China hanya menyumbang paling banyak 10% terhadap output global.
Namun di tahun 2009, kontribusi China terhadap pertumbuhan output global bisa menyentuh 90%.
"China sudah menjelma menjadi global production hub di mana di situ AS, Jepang, sangat mengandalkan jaringan produksi dari China," tuturnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyampaikan seluruh persyaratan yang dibutuhkan dalam kerja sama local currency settlement (LCS) sudah selesai. Nantinya, aturan ini tidak hanya berlaku untuk transaksi dagang antara Indonesia dan China.
Penggunaan kedua mata uang ini akan diperluas ke sektor lain seperti berbagai produk pasar uang. (TYO)