sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

The Fed, Perlambatan Pasar Tenaga Kerja AS, dan Ketakutan Resesi

Economics editor TIM RISET IDX CHANNEL
04/08/2024 09:04 WIB
Adanya kekhawatiran bank sentral Federal Reserve (The Fed) bergerak terlalu lamban dalam memangkas suku bunga, yang bisa memicu resesi.
The Fed, Perlambatan Pasar Tenaga Kerja AS, dan Ketakutan Resesi. (Foto: MNC Media)
The Fed, Perlambatan Pasar Tenaga Kerja AS, dan Ketakutan Resesi. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Penurunan pertumbuhan pasar tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) yang signifikan selama Juli menimbulkan kekhawatiran bank sentral Federal Reserve (The Fed) bergerak terlalu lamban dalam memangkas suku bunga, yang bisa memicu resesi.

Menurut Trading Economics, laporan ketenagakerjaan (non-farm payrolls/NFP) AS yang dirilis pada Jumat (2/8) lalu menunjukkan penambahan 114.000 pekerjaan di ekonomi terbesar dunia tersebut, jauh di bawah rata-rata kenaikan 215.000 selama setahun terakhir.

Tingkat pengangguran naik 0,2 persen menjadi 4,3 persen, memicu Aturan Sahm (Sahm Rule), yang merupakan salah satu indikator resesi.

Data ini muncul dua hari setelah The Fed memilih untuk tidak menurunkan suku bunga acuan, yang tetap pada level tertinggi 23 tahun, yaitu di rentang 5,25-5,5 persen sejak Juli lalu.

Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan, Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) ingin melihat lebih banyak bukti bahwa inflasi menuju target 2 persen sebelum mengambil langkah kebijakan lebih lanjut.

Powell mengatakan pemangkasan suku bunga mungkin akan dibahas pada pertemuan berikutnya di September, dan laporan pekerjaan per Juli hampir memastikan bahwa FOMC akan melakukannya.

Harus Lebih Agresif

Namun, mengutip Financial Times (FT), Jumat (2/8), sejumlah ekonom mengatakan The Fed sekarang harus bergerak lebih agresif daripada yang seharusnya jika mereka mulai menurunkan suku bunga lebih awal.

"Mereka membuat kesalahan. Mereka seharusnya sudah menurunkan suku bunga berbulan-bulan yang lalu," kata kepala ekonom di Moody’s Mark Zandi, dikutip FT.

"Sepertinya penurunan suku bunga seperempat poin di September tidak akan cukup. Harus ada penurunan setengah poin dengan sinyal jelas bahwa mereka akan lebih agresif dalam menormalkan suku bunga daripada yang mereka indikasikan,” ujar Zandi.

Senada, kepala ekonom di EY Parthenon Gregory Daco, setuju rapat FOMC pada Juli adalah "kesempatan yang terlewatkan" bagi The Fed. Dia mengatakan akan lebih optimal jika bank sentral tersebut melakukan pemotongan suku bunga pertama pada Juni.

"Jika Anda melihat ke depan, data menunjukkan perlambatan aktivitas ekonomi, momentum pasar tenaga kerja yang melambat, dan disinflasi yang sedang berlangsung, yang memang menjadi tujuan The Fed,” kata Daco.

Ekonom bukan satu-satunya yang menuduh bank sentral tertinggal oleh kurva laporan tenaga kerja (behind the curve). Senator Demokrat Elizabeth Warren, yang sebelumnya menyarankan Powell untuk menurunkan suku bunga, mendesaknya untuk bertindak segera.

"Dia sudah diperingatkan berkali-kali bahwa menunggu terlalu lama berisiko membawa ekonomi ke dalam krisis. Data pekerjaan menunjukkan sinyal merah," tulis Warren di akun media sosial X.

"Powell perlu membatalkan liburan musim panasnya dan menurunkan suku bunga sekarang — tidak menunggu enam pekan," kata Warren.

Setelah publikasi laporan pekerjaan AS, para trader di pasar berjangka dana federal (federal funds futures) meningkatkan taruhan bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga lebih dari satu poin persentase penuh di 2024, menyiratkan dua penurunan setengah poin mengingat hanya ada tiga pertemuan tersisa pada 2024.

Belum Mengkhawatirkan?

Di sisi lain, Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee mengungkapkan beberapa kekhawatiran tentang pasar tenaga kerja dalam wawancara dengan Bloomberg TV pada Jumat, tetapi mendesak agar tidak bereaksi berlebihan terhadap angka satu bulan.

"Kami tidak pernah ingin bereaksi berlebihan terhadap angka satu bulan," katanya.

Powell sendiri pada Rabu mengatakan kemungkinan "pendaratan keras” atawa hard landing—di mana upaya menekan inflasi ke target memicu resesi—masih rendah.

"Kami tidak melihat alasan untuk berpikir bahwa ekonomi ini sedang panas berlebih (overheating) atau melemah tajam, itu tidak terlihat dalam data saat ini," kata Powell.

Menurut catatan FT, pada kuartal terakhir, ekonomi AS tumbuh hampir 3 persen. Selain itu, konsumen masih berbelanja dan pengusaha masih mempekerjakan, meskipun keduanya terjadi pada kecepatan yang lebih lambat.

Kepala ekonomi AS di Bank of America Michael Gapen, yang sebelumnya bekerja di The Fed, mengakui ekonomi sedang mendingin tetapi mengatakan belum mencapai titik kritis.

Namun, dia memperingatkan The Fed, jika mereka tidak menurunkan suku bunga, mereka berisiko menciptakan resesi yang tidak diinginkan. (Aldo Fernando)

Halaman : 1 2 3 4 5
Advertisement
Advertisement