Sehingga menurut Nurul Ichwan ketika hal ini dilakukan secara cepat, maka yang akan menjadi masalah selanjutnya adalah daya beli masyarakat untuk energi bersih tersebut yang dipertaruhkan.
"Kan alternatifnya dua, diberikan kepada masyarakat dan mereka membeli apa adanya, atau disubsidi oleh pemerintah, bisa kita bayangkan berapa subsidi yang diberikan kepada pemerintah untuk masyarakat yang populasi terbesar ke 4 di dunia ini," sambungnya.
Menurut Nurul Ichwan hal itu dirasa sangat berat untuk dilakukan karena bakal mengancam devisa negara, ketika harus memberikan listrik bersih yang dianggap mahal kepada negara dengan jumlah populasi terbesar ke 4 di dunia.
"Maka dalam hal ini, Kementerian ESDM dan BUMN PLN harus punya kolaborasi yang harmonis dan konsisten untuk membentuk, karena kalau tidak kegagalan kita dalam memberikan EBT untuk Industri akan memunculkan kegagalan yang luar biasa," kata Nurul Ichwan.
Ketika pasar internasional sudah tidak lagi menerima barang yang dihasilkan oleh industri yang masih menungunakan energi kotor dimasa depan, maka dikhawatirkan hal tersebut justru bakal mengancam perekonomian Indonesia sendiri. Alih alih menjadi negara maju pada tahun 2045, namun gagal melakukan transformasi ke energi bersih, maka menjadi ancaman sendiri untuk Indonesia.