IDXChannel - Badan Pangan Nasional telah mencatat sebanyak 74 kabupaten kota di Indonesia masuk dalam daerah rentan rawan pangan. Meski Covid-19 sudah mereda, dampaknya masih menyisakan permasalahan. Hal tersebut juga terjadi karena adanya defisit antara produksi pangan dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani, mengatakan, data tersebut berdasarkan data Food Security and Vurnerability Atlas (FSVA) 2021. Di mana sebanyak 29 daerah masuk kategori sangat rentan, 17 daerah rentan dan 28 daerah agak rentan.
Karena permasalahan Covid-19, ada beberapa yang timbul di dalam negeri seperti, salah satunya pendistribusian bahan pangan seperti beras, jagung, dan kedelai pada masyarakat terutama yang berada di daerah minim produksi pangan.
Rachmi menambahkan, kenaikan tersebut tidak lepas dari dampak pandemi Covid-19 yang membatasi pergerakan manusia dan barang. Gangguan distribusi komoditas pangan di beberapa wilayah ini menyebabkan target penurunan daerah rawan rentan pangan menjadi sedikit terhambat.
Oleh sebab itu, pada penguatan logistik pangan menjadi yang utama saat ini. Sebab, sebagian wilayah Indonesia sudah mengalami surplus produksi aneka macam pangan. Namun, di sebagian wilayah lain kebutuhan pangan harus disuplai dari daerah surplus.
“Berdasarkan neraca yang dimiliki oleh Badan Nasional ada 4 komoditas yang memang membutuhkan pemenuhan yang harus didatangkan sebagian dari luar negeri seperti, kedelai, bawang putih, daging sapi dan bola konsesus. Sedangkan untuk yang lain masih aman dan dapat di produksi di dalam negeri,” ucap Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani, dilansir pada program Market Review, Rabu (30/8/2022).
Selain 4 komoditas tersebut, itu masih dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Tetapi, memang adanya sebagian yang harus didatangkan dari luar untuk cepat dalam persediannya serta cukup.
Badan Pangan Nasional juga sejak awal mengkolaborasikan bagaimana pemerintah harus memperkuat cadangan pangan dan menjadi salah satu upaya untuk mengunci ganti kondisi yang semakin tidak pasti akibat situasi politik termasuk juga pada perubahan lingkungan dan kenaikan permintaan.
“Disebut rentan rawan yaitu untuk meningatkan kepala daerah dan seluruh para pihak jika sedikit saja gangguan terjadi di wilayah tersebut maka akan terjadinya rawan pangan,” tutur Rachmi.
Penyebab terjadinya daerah rawan rentan pangan di Indonesia yaitu, menyebabkan persentase penduduk miskin yang relatif tinggi, prevalensi balita yang kekurangan gizi kronis (stunting), dan akses air bersih juga yang masih terbatas.
Untuk memperkuat tata kelola kebijakan pangan nasional, Badan Pangan Nasional juga bekerja sama dengan Kementerian Lembaga, serta dengan 37 provinsi dari 514 kabupaten kota dengan jalur kordinasi.
Badan Pangan Nasional juga memiliki enam kebijakan yaitu, penguatan dan pengelolaan cadang pangan, melaksanakan stabilisasi pasokan dan harga, penguatan sistem logistik pangan, pengendalian wilayah rentan rawan pangan, melaksanakan pengembangan oleh konsumsi dan potensi para anggota, serta melakukan pengawasan dan penjaminan mutu dan keamanan pangan. Ini menjadi satu kesatuan dari hulu sampai hilir sebagai suatu ekosistem.
“Badan Pangan Nasional juga harus mempercepat segala kegiatan program yang mendorong KL, pelaku usaha untuk bersama-sama membantu menyelesaikan permasalahan yang dialami di 74 kabupaten kota tersebut, agar target penurunan wilayah rentan rawan pangan yang tinggal 12% di tahun 2024 bisa tercapai,” pungkasnya. (TYO)
Penulis: Nur Pahdilah