IDXChannel - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan bahwa dampak pandemi virus corona atau Covid-19 ini sangat memengaruhi proses bisnis perusahan BUMN hingga beberapa perusahaan mengalami kerugian.
Melansir berbagai sumber, sejumlah perusahaan milik BUMN mengalami kontraksi yang cukup besar. Berikut deretan perusahaan milik BUMN yang alami kerugian akibat dampak dari pandemic Covid-19:
1. PT Timah Indonesia Tbk (Persero)
PT Timah Indonesia Tbk (Persero) atau TINS mengalami kerugian pada kuartal II 2020 senilai Rp390 miliar. Minusnya laba periode ini disebabkan penjualan logam timah yang anjlok hingga Juni 2020. Penjualan logam timah pada kuartal II 2020 hanya 13.955 ton atau anjlok 79 persen jika dibandingkan penjualan di akhir 2019 sebanyak 67.704 ton.
Tercatat, pada kuartal II 2020, harga rata-rata logam timah USD16.087 per ton atau turun 3,97 persen dibandingkan kuartal I 2020 USD16.753 per ton dan anjlok 13,3 persen dibandingkan Desember 2019 USD18.569 per metrik ton.
Pada Mei 2020, perusahaan justru meraup laba Rp43 miliar dan Juni 2020 naik lagi jadi Rp50 miliar. Namun jika dihitung rata pada kuartal II 2020, minus Rp390 miliar.
2. PT Indofarma Tbk
Mulai Januari hingga Maret 2020 perseroan malah mencatat rugi sebesar Rp21,43 miliar meski turun tipis dari rugi Rp21,77 miliar di periode sama tahun sebelumnya. Penurunan rugi dihasilkan dari penjualan bersih per Maret 2020 meningkat menjadi Rp148,17 miliar dari Rp136,27 miliar di periode yang sama tahun sebelumnya.
Rugi usaha diderita Rp20,38 miliar naik dari rugi usaha tahun sebelumnya yang Rp16,50 miliar dan rugi sebelum pajak naik menjadi Rp30,19 miliar dibandingkan rugi sebelum pajak tahun sebelumnya yang Rp27,89 miliar.
Adapun, Total aset perseroan tercatat hingga 31 Maret 2020 mencapai Rp1,40 triliun turun tipis dari total aset Rp1,41 triliun hingga periode 31 Desember 2019. Pada Kuartal II, Indofarma meraih laba bersih pada kuartal II sebesar Rp4,7 miliar. Angka ini juga menurun signifikan bila dibandingkan kuartal II 2019 yang menorehkan keuntungan di angka Rp7,96 miliar. Meski begitu, Indofarma menargetkan keuntungan perseroan hingga akhir 2020 sebesar Rp22,3 miliar.
3. PT Kereta Api Indonesia (Persero)
PT Kereta Api Indonesia (Persero) diperkirakan akan mengalami defisit kas operasional sebesar Rp3,4 triliun hingga akhir 2020. Kas bersih yang telah dikurangi komponen bunga, beban keuangan, dan pajak penghasilan, perusahaan telah mengalami defisit sebesar Rp693 miliar. Berturut-turut pada April 2020, perusahaan mengalami nasib serupa dengan nilai defisit Rp811 miliar, pada Mei Rp414 miliar, dan Juni sebesar Rp574 miliar.
Apabila skenario terburuk terus terjadi, total kerugian BUMN ini pada akhir tahun akibat buruknya neraca kas perusahaan mencapai Rp1,87 triliun dari RKAP 2020.
4. PT Hutama Karya (Persero)
PT Hutama Karya (Persero) mencatatkan penurunan tajam pada kinerja keuangan di semester I 2020. Laba bersih perseroan tergerus 95,83 persen, turun dari Rp1,10 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp46,13 miliar.
Terpuruknya laba bersih Hutama Karya salah satunya dipicu pembengkakan biaya keuangan, yakni dari Rp148,90 miliar di semester I 2019 menjadi Rp992,03 miliar pada 6 bulan pertama tahun ini. Liabilitas atau utang perseroan secara tahunan atau year on year (yoy) juga membesar 20,70 persen menjadi Rp 82,90 triliun.
Di sisi lain, pendapatan BUMN di sektor infrastruktur ini masih menguat tipis, dari Rp7,75 triliun di semester I 2019 menjadi Rp7,78 triliun di semester I 2020. Beban pokok pendapatan juga meningkat dari Rp6,44 triliun menjadi Rp6,58 triliun.
5. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami kerugian fatal di semester I 2020, yakni sebesar USD712,73 juta atau setara Rp10,40 triliun (kurs Rp 14.600 per dolar AS). Kondisi ini berbanding terbalik pada semester yang sama tahun lalu, dimana maskapai masih memperoleh untung USD24,11 juta.
Anjloknya laba bersih tersebut sejalan dengan turunnya pendapatan usaha untuk penerbangan berjadwal dan tak berjadwal, yakni dari USD2,19 miliar di semester di 2019 menjadi USD917,28 juta pada semester pertama tahun ini.
Utang perusahaan juga membengkak dari USD3,74 miliar di paruh pertama 2019 menjadi USD10,37 miliar di semester I 2020. Sementara arus kas Garuda Indonesia juga terpangkas hingga 48,6 persen menjadi USD165,41 juta.
6. PT Pertamina (Persero)
Catatkan utang terbesar ditorehkan PT Pertamina (Persero) yang mengalami rugi bersih USD767,92 juta, atau sekitar Rp 11,28 triliun pada semester I 2020. Angka ini berbeda jauh dengan Raihan laba bersih USD659,96 juta pada semester I 2019.
Kerugian besar di paruh pertama tahun ini terjadi lantaran total penjualan dan pendapatan usaha lainnya ambles 24,7 persen, yakni dari USD 25,54 miliar menjadi USD20,48 miliar.
Pendapatan perseroan semakin berkurang akibat pemerintah yang mengurangi setoran penggantian biaya subsidi ke Pertamina, dari sebelumnya USD2,5 miliar menjadi USD1,73 miliar. Pertamina juga mengalami kerugian kurs USD211,83 juta, yang berbanding terbalik jika dibandingkan dengan selisih kurs tahun lalu yang untung USD64,59 juta. (*)