Ia diberi nama K’tut Tantri oleh raja. Tantri mulai mengenal politik berkat diskusi-diskusinya dengan putra tertua Raja, Anak Agung Ngurah. Saat Jepang akhirnya tiba di Bali, Tantri sempat melarikan diri ke Surabaya dan menjalin kontak dengan simpatisan gerakan anti-Jepang.
Namun ia sempat tertangkap dan diinterogasi, bahkan nyaris dihabisi. Ia pernah nyaris mati usai diinterogasi, dan Tantri tetap bungkam. Ia dikirim ke rumah sakit saat kondisinya sudah sangat parah.
Di sanalah ia mendengar kabar bahwa Indonesia telah merdeka. Karena keteguhan sikapnya, Bung Tomo memberinya pilihan untuk kembali ke negaranya dengan pengamanan tentara Indonesia, atau bergabung dengan pejuang Indonesia. Tantri memilih yang kedua.
Ia akhirnya menjadi penyiar radio ‘Voice of Free Indonesia’ yang kini menjadi Voice of Indonesia, sebuah divisi di bawah RRI. Ia juga pernah menuliskan pidato untuk Bung Karno. Selain itu, Tantri juga kerap siaran dalam bahasa Inggris dengan target pendengar orang-orang Barat.
Saat pemerintahan Indonesia berpindah ke Yogyakarta, Tantri juga pernah bekerja untuk Menteri Pertahanan yang saat itu dijabat oleh Amir Syarifuddin. Pemerintah juga pernah menunjuknya sebagai juru bicara dalam konferensi pers yang dihadiri media internasional untuk melawan propaganda Belanda.
Itulah kisah tentang dua tokoh asing yang berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. (NKK)