Mengawali dari 500 ekor benih ikan nila yang diberikan oleh Lurah Bakalan Krajan, kemudian dikembangkan hingga berhasil. Selanjutnya, oleh pihak kelurahan diberikan bantuan sebanyak 1.000 benih ikan nila merah kembali dan langsung disebar ke kolam lain.
Atas keberhasilan tersebut para pemuda tersebut kemudian mencoba mengajak warga sekitar untuk memulai budidaya. Namun, ada kendala yang muncul saat itu, yakni pembiayaan pembuatan kolam yang cukup mahal apabila menggunakan beton. Sebab harus menggali tanah terlebih dahulu.
"Kemudian kami berpikir untuk mengubah kolam permanennya menjadi kolam buatan menggunakan terpal khusus. Setelah kami mencari referensi, hasilnya untuk kolam terpal yang paling cocok adalah menggunakan bioflok," tuturnya.
Bioflok sendiri merupakan teknologi budidaya ikan melalui rekayasa lingkungan. Teknologi ini mengaandalkan pasokan oksigen pemanfaatan mikroorganisme yang secara langsung dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan. Sederhananya, prinsip bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik menjadi massa sludge berbentuk bioflok.
Menurut Agung, teknik ini sangat efektif untuk budidaya di lahan sempit. Sebab benih yang ditebar juga bisa lebih banyak, dibanding kolam konvensional.