IDXChannel—Redha Taufik Ardias merupakan Founder dan Business Director Sila Tea House. Ia sudah berkecimpung dalam bisnis pengolahan teh sejak 2018, setelah dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari salah satu perusahaan teh besar di Indonesia untuk memulai bisnis teh artisan.
Redha menceritakan, sebelum memutuskan untuk berkarir di marketing dan branding, pria lulusan sarjana Psikologi Universitas Indonesia itu memulai berkarir sebagai konsultan bisnis. Bahkan di usianya yang baru menginjak 25 tahun, ia sudah menjadi manajer di salah satu perusahaan teh.
Saat berkunjung ke salah satu kebun teh, ternyata kenyataan yang didapatinya tidak sesuai dengan ekspektasinya seperti di film Petualangan Sherina, di mana para petani sambil memetik dengan senang.
“Ternyata yang saya lihat itu lebih suram, ada petani yang pemetik yang menanyakan ke saya ‘bapak kenapa sih? bapak tega sama saya, bapak tahu nggak berapa yang kami dapat dari yang bapak ambil?’ Di situ saya baru sadar berapakah yang didapat oleh pemetik teh kita?” ujar Redha dilansir dari kanal YouTube Geti Media.
Ternyata, para pemetik teh hanya mendapatkan Rp5 perak dari tiap kantung teh yang dijual. Seketika, Redha merasa turut berkontribusi pada ketidaksejahteraan para pemetik teh. Dari situ, ia memutuskan untuk keluar dari perusahaannya.
Ia memutuskan untuk berbisnis teh. Ia berkolaborasi dengan salah seorang mentor alumni IPB, Iriana Ekasari, untuk merintis usaha teh artisan bernama Sila Tea, sampai akhirnya mulai dipasarkan pada 2018.
"Awalnya ya tidak ideal, tidak bisa gaji karyawan seperti perusahaan besar, namanya juga UMKM. Dulu awalnya toko ya hanya rumah biasa, tapi sekarang lebih bagus, dan lebih segar," lanjut Redha.
Pembeda produk teh Sila dengan teh yang lain adalah adanya campuran tanaman herbal seperti melati, jahe, sereh, lemon, jeruk, mint, dan kayu manis. Boleh dibilang, Sila Tea adalah pioneer teh artisan Indonesia.
Dalam menjalankan bisnisnya, Redha juga mendapatkan pendampingan dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pariwisata dan Kementerian Industri.
Dua tahun pertama bisnis ini berjalan, Sila Tea sudah berhasil mencatatkan omzet rata-rata Rp75 juta per bulan. Sila Tea juga pernah digunakan sebagai sajian di ASEAN Summit. Redha mengaku usahanya sekarang berjalan bersama gotong royong dalam bentuk yayasan, bukan sosiopreneur.
"Level kita sudah sampai di titik ini, misi ke depannya saya ingin Sila Tea ini jadi minuman istana. Dikenal di negara-negara lain," tutur Redha. (NKK)
Penulis: Noviyanti Rahmadani