“Yang memberi namanya Bu Tekluk itu bukan saya, tapi pembeli. Saat berjualan itu saya melayani suka ngantuk, piring hampir jatuh. Pelanggan sampai tertawa, mereka bilang ‘Ibuk kok teklak-tekluk’ (terkantuk-kantuk),” tutur Sumijo.
Sementara sebutan Gudeg Bromo ia ambil dari alamat rumahnya yang terletak di Gang Bromo No. 6A, meskipun sebenarnya ia berjualan di Gejayan.
Saat ini, Gudeg Bromo di Gejayan masih hanya buka pada malam hari, namun Gudeg Bromo di Prambanan buka pada siang hari. Pada outlet Prambanan, ia juga membuka pusat oleh-oleh khas Yogyakarta.
Demikianlah kisah inspiratif tentang perintis Gudeg Bromo Bu Tekluk, gudeg bercita rasa pedas yang sangat populer di Yogyakarta. (NKK)