Arief memilih untuk bekerja dengan menjadi pebisnis. Dengan modal Rp30.000 dari sang ayah, Arief memulai bisnis kopra di Poso, kopra yang didapatnya lantas dijual ke Surabaya. Dari bisnis kopra ini, Arief mempelajari seluk beluk bisnis.
Dari bisnis ini pula, Arief berhasil membeli mobil sendiri untuk fasilitas usahanya. Bisnis kopranya berkembang besar seiring waktu berjalan, namun Arief banting setir mencari usaha lain setelah trauma terjatuh ke laut saat bolak-balik mengantar kopra dengan kapal.
Ide bisnis baru untuk dilakoni muncul saat dia mengunjungi temannya yang memiliki bengkel mobil di Samarinda. Selama kunjungannya itu, Arief mengamati tukang las yang mengelas tanpa karbit.
Usut punya usut, ternyata tukang las itu mengelas tanpa karbit karena orang asing tidak suka bau karbit. Sementara gas untuk mengelas itu diperoleh dari impor. Informasi inilah yang akhirnya menginspirasi Arief untuk berbisnis gas, tepatnya gas bahan las.
Setelah mengumpulkan modal, Arief memulai bisnisnya itu. Dia sempat meminta restu dari ayahnya untuk melakoni bisnis gas, dan sang ayah mewanti-wanti agar semua risiko bisnis ditanggungnya sendiri. Sementara sang ayah tetap bertahan pada bisnis perdagangan.