Dari situ, dapat kita ketahui bahwa saat itu harga saham UNTR undervalue bukan karena performa dan bisnis yang buruk, namun karena faktor eksternal yang tak terelakkan. Secara fundamental, perusahaan ini justru berkinerja sangat baik.
Sehingga, jika ekonomi pulih suatu saat nanti, bisnis UNTR berpotensi pulih kembali, dan harga sahamnya akan berangsur-angsur merangkak naik. Benar saja, enam hingga delapan tahun kemudian, UNTR melonjak dengan harga rata-rata Rp15.000 per lembar.
Artinya, Pak Lo mendapat keuntungan 5.900% dari investasinya. Ia mendapatkan capital gain Rp90 miliar dari penjualan saham UNTR.
Strategi investasi seperti ini diulangi kembali dengan saham MBAI, perusahaan peternakan ayam terbesar kedua saat itu, di mana ia membeli saham ketika wabah flu burung melanda.
Itulah kisah sukses investasi Lo Kheng Hong dengan saham UNTR yang membuatnya cuan berpuluh kali bagger. (NKK)