“Orang-orang juga sudah jijik duluan, karena ada cerita kan ikan lele itu makannya ini itu. Namun saya tekuni saja, karena suka sama ikan. Dua tahun saya merintis itu bukan untuk usaha, tapi untuk hiburan,” kata Tri.
Pada dua tahun pertama itu juga Tri hanya berbagi hasil panen, bukan jualan. Dia membagikan bibit kepada orang yang mau memelihara, hasil panen pun dia bagikan secara gratis kepada teman-temannya.
Dari teman ke teman, hasil panen budidayanya sampai ke orang-orang yang tidak dia kenal. Karena tidak kenal, orang-orang tersebut merasa tidak enak hati dan akhirnya menawarkan rokok sebagai gantinya.
“Lama-lama jadi ‘Pak, ini uang pengganti untuk pakan’, lama-lama setelah saya hitung, kok ini bisa dapat Rp350.000 sebulan. Sementara gaji saya saja cuma Rp100.000, saya pikir ini pilihan. Mau terus berkarir atau budidaya,” lanjutnya.
Perjalanan budidayanya pun tak mudah awalnya. Mengingat masyarakat Berau tidak makan ikan lele, dulu tidak ada warung sari laut (seafood) di pinggir jalan yang menjual lele goreng, juga tidak ada warung pecel lele.