Setelah lulus SMP, Prajogo Pangestu mencoba menjalankan usaha kecil di kampungnya. Namun, hasilnya tak sesuai harapan. Ia pun mencoba peruntungan dengan merantau ke Jakarta. Akan tetapi, di Jakarta pun Prajogo Pangestu harus menelan pil pahit karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Ia pun akhirnya memutuskan kembali ke Kalimantan dan bekerja sebagai sopir angkutan umum (angkot).
Ketika menjadi sopir angkot, Prajogo kemudian bertemu dengan seorang pengusaha Malaysia bernama Bong Sun On atau Burhan Uray. Pada 1969, Prajogo pun bergabung dengan perusahaan Burhan Uray yakni PT Djajanti Group. Berkat kerja kerasnya, Prajogo Pangestu dipercaya Burhan Uray menjadi General Manager (GM) Pabrik Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur. Prajogo Pangestu memegang jabatan ini selama satu tahun hingga akhirnya ia memutuskan untuk keluar dan memulai bisnisnya sendiri.
Ia pun memulai bisnisnya dengan membeli CV Pacific Lumber Coy yang tengah mengalami krisis keuangan. Prajogo membeli perusahaan ini dengan meminjam uang dari BRI dan ia pun melunasinya hanya dalam setahun.
Setelah berhasil mengembangkan bisnis ini, Prajogo Pangestu pun mengganti nama perusahaannya menjadi PT Barito Pacific. Bisnis ini pun terus mengalami perkembangan hingga berhasil bekerja sama dengan sejumlah pengusaha, termasuk anak-anak Presiden Soeharto.
Di era kepemimpinan Presiden Soeharto, Prajogo Pangestu mulai masuk dalam jajaran konglomerat ternama Tanah Air. Barito Pacific semakin berkembang pesat dengan bisnisnya di sejumlah bidang mulai dari bisnis petrokimia, minyak sawit mentah, hingga properti.
Itulah ulasan mengenai sosok Prajogo Pangestu yang kini menjadi salah satu orang terkaya di Tanah Air.