Menurut BEI, saham dapat masuk kategori tidak aktif jika frekuensi perdagangan saham selama tiga bulan kurang dari 75 kali, kemudian menjadi saham tidur atau saham yang tidak likuid.
Adapun saham tidur ini dapat kembali bergerak dan aktif dalam perdagangan jika fundamental perusahaannya kembali membaik dan dapat mempertahankan kualitas saham agar tetap laku di pasaran.
Risiko Saham Tidur
Sebagai instrumen investasi, saham tidur ini cukup memiliki risiko. Pasalnya, saham tidur bisa mendatangkan kerugian. Anda tidak dapat menjual saham tidur dengan mudah, bahkan harganya bisa saja bertahan di harga tidurnya untuk jangka waktu yang lama.
Selain itu, saham tidur juga rawan dimanfaatkan oleh para spekulan yang membuat harganya secara tiba-tiba melonjak tajam lalu kemudian turun secara drastis atau disebut juga saham gorengan.
Di berbagai bursa saham terdapat saham tidur, bahkan di bursa saham luar negeri. Namun, biasanya saham tidur di luar negeri kerap dibangunkan oleh para market maker yang memang memiliki izin untuk menggerakkan saham tidur di pasar modal dan diperbolehkan oleh otoritas yang bersangkutan.