Masih Perlu Hati-Hati
Di tengah optimisme dan data yang positif di atas, dampak ditahannya suku bunga oleh BI di tengah rezim kenaikan suku bunga acuan global dinilai bisa menekan rupiah.
Ekonom sekaligus Direktur CELIOS Bhima Yudhistira, misalnya berpendapat, keputusan ini dinilai bakal menekan rupiah, bahkan bisa menembus Rp16.000 per USD.
Pasalnya, keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunganya berdampak makin perkasanya dolar AS ke sejumlah mata uang banyak negara.
Bhima mengatakan bahwa ada dampak negatif dari keputusan BI tersebut terhadap perekonomian ke depannya.
"Karena BI masih menahan suku bunga acuan maka spread antara imbal hasil US treasury tenor 10 tahun sebesar 3,1 persen dan imbal hasil SBN 7,48 persen semakin menyempit," ujar Bhima kepada MNC Portal di Jakarta, Jumat(24/6/2022).
Dia mengatakan, spread yield yang makin sempit membuat investor cenderung mengalihkan dana ke aset lainnya. Ini memicu terjadinya outflow di pasar surat utang.
"Tekanan capital outflow akan mendorong pelemahan nilai tukar rupiah lebih dalam," ungkap Bhima.
Karena itu, jelas Bhima, "BI harus segera menaikkan suku bunga, minimum 25 basis poin (bsp). Jika tidak, Rupiah bisa terus melemah hingga berada di range 15.500-16.000 per USD”.
Singkatnya,untuk merangkum, di tengah asing yang cenderung keluar dari bursa akhir-akhir ini seiring pengetatan moneter The Fed, BI masih optimistis terhadap stabilitas ekonomi RI.
Namun, jalan ke depan tampaknya masih terjal. Investor masih akan menunggu kapan BI akan menaikkan suku bunga untuk mengimbangi aksi kerek bunga The Fed dan menanti efek lanjutan dari sentimen global. (ADF)