sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Berdayakan Produk Lokal, Dirut KS : Impor Hanya yang Tidak Bisa Diproduksi Saja

Market news editor Shifa Nurhaliza
23/06/2020 15:30 WIB
Direktur Utama PT Krakatau Steel (persero) Tbk (KRAS), Silmy Karim, mengatakan proyeksi kebutuhan baja dalam negeri pada 2020 tumbuh terkoreksi akibat Covid-19.
Berdayakan Produk Lokal, Dirut KS : Impor Hanya yang Tidak Bisa Diproduksi Saja. (Foto: Ist)
Berdayakan Produk Lokal, Dirut KS : Impor Hanya yang Tidak Bisa Diproduksi Saja. (Foto: Ist)

IDXChannel – Direktur Utama PT Krakatau Steel (persero) Tbk (KRAS), Silmy Karim, menyebutkan bahwa proyeksi kebutuhan baja dalam negeri pada 2020 tumbuh terkoreksi akibat pandemi Covid-19, jika dilihat dari pertumbuhan 2019 hingga 2025, seharusnya hal itu bisa dipenuhi oleh produsen domestik dan hanya impor yang tidak bisa diproduksi saja.

“Dan impornya juga harus lebih selektif, jangan yang impor hal-hal yang bisa dibuat di Indonesia,” kata Silmy Karim.

Ditambahkan Silmy, secara trend kebutuhan baja dalam negeri terus meningkat. Seperti di 2022, kebutuhan baja dalam negeri bisa mencapai 19 juta ton dan terus meningkat hingga 23,34 juta ton di tahun 2025. Meski demikian, pandemi Covid-19 memengaruhi over supply baja dipasar global, sehingga produsen baja mencari negara-negara yang nampaknya empuk untuk dapat dimasuki, salah satunya Indonesia.

“Sebenarnya, penurunan permintaan itu kan global. Dan Indonesia sendiri konsumsi perkapitanya masih rendah, jadi peluang di industri baja sangat besar. Bahkan kapasitas pabrik baja di Indonesia itu rata-rata hanya 50%. Artinya, kita punya idle capacity adalah 50%,” Jelas Silmy dalam program Market Review IDX Channel, pada Selasa (23/6/2020).

Dengan menutup impor baja, Silmy berusaha untuk tetap mengoptimalkan kapasitas yang sudah terpasang. Dtegaskannya, bahwa alasan importir itu seribu macam maka tinggal melihat bagaimana faktanya apakah betul-betul dibutuhkan.

Bagi Silmy, Krakatau Steel sudah melakukan banyak perubahan dan perbaikan dan perseroan masih memiliki cara untuk mengantisipasi untuk mengoptimalkan kapasitas baja.

“Untuk cara antisipasinya, kita sendiri dalam konteks asosiasi, terus kemudian Krakatau Steel selaku BUMN dan juga melakukan pendekatan-pendekatan kepada pengambil kebijakan di kementerian perindustrian, kementerian perdagangan, dan pembinanya termasuk juga kepada Kementerian ESDM yang kaitannya dengan harga gas, terus kemudian ke instansi-intansi lain untuk memberikan competiveness daya saing kepada kepada industri baja nasional sehingga bisa berkompetisi dengan import,” imbuhnya kepada IDX Channel.

Seperti yang disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, sebetulnya mengapa akhirnya impor dilakukan, karena kapasitas produksi dan non fiksi yang disampaikan baru 50%. Sebetulnya untuk industri baja di dalam negeri mudah saja untuk memaksimalkan kapal produksi hingga 100%.

“50% itu artinya utilisasi, artinya kita punya kapasitas itu sudah cukup. Jadi bukan pabriknya tidak bisa supply demand. Pabriknya hanya terutilisasi 50%, misalnya kapasitas 10 juta ton tapi baru digunakan 5 juta. jadi bukan permintaannya 10 juta kapasitasnya 5 juta, tapi sebaliknya. Mungkin media salah tangkap terkait informasi tersebut,” pungkasnya. (*)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement