IDXChannel - Data yang baru saja dirilis pemerintah Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa tren inflasi di negara tersebut secara keseluruhan bergerak melemah.
Inflasi inti AS masih sesuai dengan perkiraan sebelumnya, yang merealisasikan angka 3,2 persen secara tahunan (YoY) pada Juli 2024.
Sementara, inflasi pada umumnya merealisasikan angka 2,9 persen. Realisasi kinerja inflasi AS semakin mendekatkan pada kemungkinan pemangkasan bunga acuan dalam waktu dekat.
Namun Analis Pasar Keuangan, Gunawan Benjamin, menyebut pelaku pasar saham di Asia tidak banyak memberikan respons terkait dengan rilis data inflasi tersebut.
Kinerja mayoritas bursa di Asia memang diperdagangkan di zona hijau, namun dalam rentang penguatan yang sangat terbatas. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri pada sesi perdagangan pagi terpantau menguat tipis di level 7.450.
"Jika melihat kinerja pasar saham di Asia yang bergerak beragam, maka pada hari ini IHSG juga berpeluang untuk ditransaksikan di zona merah. Pada hari ini IHSG berpeluang ditransaksikan dalam rentang 7.400 hingga 7.460," ujar Gunawan, Kamis (15/8/2024).
Sementara, nilai tukar mata uang Rupiah lebih meyakinkan untuk melanjutkan tren penguatan terhadap mata uang USD. Kondisi tersebut salah satunya dipicu oleh memburuknya imbal hasil US Treasury 10 tahun yang melemah dikisaran 3,8 persen. Mata uang rupiah pada sesi perdagangan pagi ditransaksikan di level Rp15.630 per USD.
"Rupiah berpeluang untuk bergerak dalam rentang Rp15.600 hingga Rp15.650 per USD pada perdagangan hari ini. Rupiah kembali menunjukkan kinerja yang berbeda dibandingkan dengan banyak mata uang di Asia yang justru melemah terhadap USD," ujar Gunawan.
Di sisi lain, harga emas terpantau bergerak lebih rendah dibandingkan dengan harga pada perdagangan kemarin. Harga emas ditransaksikan dikisaran USD2.451 per ons troy nya.
"Emas terkoreksi secara teknikal setelah mengalami penguatan jelang rilis data inflasi AS sebelumnya," ujar Gunawan.
(taufan sukma)