Tidak hanya emas, komoditas logam industri seperti tembaga dan timah juga mencatat kinerja impresif. Harga tembaga menguat sekitar 38 persen YTD, sementara timah melonjak hingga 47 persen YTD. Keduanya diuntungkan oleh prospek permintaan jangka panjang seiring pesatnya pengembangan teknologi artificial intelligence (AI), pusat data, dan elektrifikasi.
Dari sisi pasokan, pasar juga menghadapi pengetatan akibat gangguan operasional tambang, permasalahan perizinan, serta kebijakan larangan ekspor di sejumlah negara produsen. Data Bloomberg menunjukkan, pergerakan harga tembaga dan timah memiliki korelasi positif dengan indeks saham teknologi AS, Nasdaq, mencerminkan keterkaitan erat antara pertumbuhan sektor teknologi dan kebutuhan logam industri.
Harga aluminium juga tercatat menguat sekitar 15 persen YTD. Kenaikan ini dipengaruhi oleh potensi berkurangnya pasokan global, menyusul kemungkinan penutupan smelter di Mozambik serta pembatasan produksi aluminium di China.
Sementara itu, harga nikel mencatat kenaikan mingguan tertinggi di antara komoditas logam utama lainnya, yakni sekitar 9 persen dalam sepekan terakhir ke level USD15.739 per ton. Sebelumnya, harga nikel sempat menyentuh titik terendah dalam delapan bulan di level USD14.263 per ton pada 16 Desember 2025.
Pemulihan harga nikel dipicu oleh ekspektasi pasar bahwa pemerintah Indonesia akan memangkas produksi bijih nikel pada 2026, setelah periode kelebihan pasokan yang bersumber dari Indonesia dan China menekan harga sepanjang 2025.