Berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2023, PGAS mencatatkan pendapatan mencapai USD2,69 miliar. Namun, perseroan masih harus menanggung beban pokok pendapatan mencapai USD2,17 miliar. Sehingga perseroan mencatatkan laba periode berjalan mencapai USD273,54 juta, turun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai USD 366,35 juta. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kondisi force majeure PGAS kini dapat meningkatkan risiko reputasi bagi perseroan. PGAS menyatakan force majeure pada kontrak Gunvor hanya setahun setelah perjanjian induk jual beli (MSPA) kesepakatan pasokan LNG ditandatangani.
“Hal ini mungkin menandai awal dari perjuangan PGAS selama bertahun-tahun, karena hal ini dapat menghalangi PGAS untuk berekspansi ke bisnis LNG, terutama setelah bisnis Floating Storage Regasification Unit (FSRU) gagal berkembang akibat perselisihan dengan Hoegh LNG, mitra PGAS untuk penyewaan kapal sejak 2021,”imbuh riset DBS Vickers Sekuritas Indonesia
DBS Vickers Sekuritas Indonesia juga mengatakan ekspansi PGAS dalam bisnis LNG sangat penting bagi pertumbuhannya di masa depan.
Sementara itu, tahun ini juga merupakan tahun yang sulit bagi harga gas alam. Harga jenis energi ini di kontrak berjangka AS turun USD0,86/MMBtu atau 20,85 persen sejak awal tahun 2023, menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan komoditas ini.
Secara historis, harga gas alam sempat mencapai titik tertinggi sepanjang masa sebesar USD15,78 per MMBtu pada bulan Desember 2005. Harga gas alam kini diperdagangkan di level USD3,25 per MMBtu. (ADF)